22 Des 2014

Setoples kenangan mantan


Title       : setoples kenangan mantan
Author     : amelia ulfa
Cast        : liliyana natsir
               Rendra wijaya
               Hendra setiawan
               Tontowi ahmad
Genre       : comedy, romance
********************************

Lama tak kudengar tentangnya, yang paling dalam tancapkan luka. Satu hal yang aku tau, terkadang dia juga rindu!

“Hai mantan, piye kabare?? Masih enak jamanku tho?”

Sepenggal kata-kata kampret itu terus menerus menyesaki indera pendengaran gue. Hari ini disela sela rutinitas bengong-bengong cantik gue, gue dikejutkan oleh sebuah telpon dari mantan. Mantan? Hei, whats wrong? Bagi gue dapet telpon dari mantan gak ada sesuatu yang spesial, tetap sama, tetap datar, tanpa ada nada canggung atau jaim. Gue tetap cablak seperti biasa. gue angkat panggilan tersebut dan dari seberang sana, terdengarlah suara renyah mantan yang persis suara renyahan rengginang lebaran di kuping gue. Mantan gue namanya rendra, sudah menikah dengan satu istri (*yaiyalah, emang mau niat poligami? :D). Gue ingat betul suara rendra yang ngebass-ngebass renyah itu. Yaaahh.. timing-nya memang tepat! Sekarang masih dalam euforia idul fitri. Gue tau, rendra nelpon gue Cuma untuk mengucapkan “minal aidin walfaidzin” dan setidaknya dengan sedikit basa-basi ringan.

“hai yana, gimana kabar lo sekarang? Oh iya, by the way, minal aidin walfaidzin yaa gue, moga lo mau maafin kesalahan-kesalahan kita waktu pacaran dulu.” Ucap rendra diseberang sana.

“iya, maaf lahir batin juga ren. Tumben nelpon? Biasanya Cuma ngirim broadcast BBM doang kalo mau ngucapin selamat lebaran.” Selidik gue diselingi tawa ringan yang sebenarnya terdengar absurd.

“ahahaha... yaahh sesekali nelpon kan gak papa.” Ujar rendra

“tapi lo nelpon gue gak ada niat buat ngajak balikan dan jadiin gue istri kedua lo kan?” canda gue.

“hahahaha... ya enggaklaah. Gue lelaki yang bertanggung jawab sekarang yan, jangan samain kayak jaman pacaran dulu.” Jawab rendra yang terdengar sambil tertawa tertahan.

Obrolan kami berlangsung hangat, penuh dengan canda tawa, dan omongan-omongan to the point disana. Yaaahh... bagaimanapun juga, rendra pernah menjadi bagian dari suka duka kisah asmara gue dijaman kuliah. Tentu saja kan kini dia sekarang sudah tak se-playboy dulu saat dibangku kuliah? Aahh... waktu terlalu cepat berlalu. Ternyata kita sudah sama-sama dewasa. Sebelum mengakhiri percakapan, rendra berkata lirih sekali.

“yaann... gue kangen banget sama lo. Maaf gue pernah nyakitin lo dulu. gue pengen ketemu, Cuma gue gak pernah punya waktu. lo udah punya pacar?” tanya rendra.

“no, i didn’t have any boyfriend, i wanna focused in my job.” Jawab gue santai, enteng, meskipun sebenarnya gue saat itu hanya mencoba “it’s okay, don’t cry, everything gonna be allright”

“gue pengen meluk lo sekali lagi, gue pengen ketemu lo sekali lagi yan. Gue mau buktiin kalo sekarang gue udah berubah, gue bukan lagi rendra yang suka mainin perasaan wanitanya. Semenjak putus dari lo, gue sadar, selama itu pula gue belajar banyak dari lo tentang bagaimana menghargai perasaan wanita. Sekali lagi, thanks for everything yan, bye yan, love u...”

Tuuuttt.... tuuuttt....

Panggilan terputus. Rendra tanpa segan dan ragu mengatakan “love u”  buat gue. Aahhh... terimakasih kalian barisan para mantan! Kalian luar biasa!
**********************


Gue bahkan udah mulai lupa saat pertama kali ngerasain lara. Mulai dari pupus, sampe cedera hati serius!

tak semua hal-hal yang berhubungan dengan mantan selalu identik dengan sesuatu yang buruk. “Mantan are come and go. They’re just  be a bitter sweet memories in the part of life” gue kembali melanjutkan kesibukan bengong gue yang gak menghasilkan apa-apa. Baru gue duduk bersandar di sofa ruang tamu, gue dengar suara deru mesin mobil masuk ke pelataran rumah gue. Nampak seseorang pria berbadan tinggi tegap dengan kulit sedikit gelap namun punya raut wajah yang manis keluar dari dalam mobilnya. Dengan senyumnya yang manis ia berjalan masuk ke dalam rumah gue tanpa lupa mengucapkan salam. Yaa... ini mantan gue juga. Tontowi namanya. Lagi-lagi, tak ada rasa canggung yang gue perlihatkan didepannya. gue tetap bersikap biasa, hanya membalas salam dan senyumannya. gue sempat tersentak saat dia menarik tubuh gue dan memeluk gue lama sekali. Untungnya gue hanya sendiri di rumah lumayan besar ini, jadi tak akan ada oknum-oknum jahil yang sehabis ini mengecengi gue. Ada sekitar 5 menit owi tertahan meluk gue. Gue balas pelukannya. Gue tau, itu namanya pelukan rindu dari seorang mantan yang setengah mati merindu. Aahhh... owi masih tetap sama. Gue resapi keharuman tubuhnya yang dulu sangat gue kangenin. Perlahan, owi melepas pelukannya dan  tersenyum lega. Seperti sudah menuntaskan semua kerinduan yang membuncah jiwanya.

“yan, lama yah kita gak ketemu. Hampir 2 tahun setelah insiden itu.” Ujar owi yang menatap gue penuh cinta dengan mata yang mengerjap-ngerjap.

“iya, gue juga. Apa kabar?” tanya gue singkat.

“gue baik-baik aja. Oh iya hampir lupa, minal aidin walfaidzin ya... maafin segala kesalahan gue dimasa lalu, baik yang sengaja maupun yang gak disengaja ya yan...” ujar owi sambil mengacak-acak rambut gue. Yaaa... gue hafal betul kebiasaan owi saat bertemu gue. Dia suka ngacak rambut gue, atau kalo gilanya kumat, dia suka ketekin gue tiba-tiba. (*hiiiihhh.... ini gak adil, mentang-mentang gue lebih pendek dari dia gittuuu?).

“iya, udah dimaafin kok. Tumben nih lebaran mau kesini?” tanya gue.

“ahahahaha... iya sekalian ngiter-ngiter silaturahmi sama mantan-mantan yang terdahulu. Hehehe oh iyaaa... ini gue juga sekalian mau ngundang lo.” Ujar owi yang menyerahkan sepucuk kertas undangan warna ivory yang harum wangi melati.

Gue pandangi sejenak undangan tersebut.

UNDANGAN
Sabtu, 02 agustus 2014
Tontowi ahmad & michelle harminc

Gue sedikit tertegun melihat undangan itu. Cukup lama gue tertegun. Tergugu dalam kebisuan sesaat. Finally, diantara sederetan mantan-mantan gue, akhirnya dia nikah juga, satu persatu mantan gue sudah menemukan pelabuhan terakhir tempat dimana cintanya akan berlabuh. Gue tersenyum miris sambil teringat akan diri gue yang sampai sekarang masih menyendiri.

“jangan lupa dateng ya yaann... emang sih beberapa hari lagi, Cuma please dateng ya?? Gue akan sangat bahagia jika lo mau nyempetin diri dateng ke acara nikahan gue.” Ujar owi yang memecah kebisuan.

sure, i’ll” jawab gue mantap.

“sedih yaa... seharusnya disitu bukan nama michelle yang tertulis disitu. Seandainya aja disitu nama lo yang tertulis disana. Seandainya aja....”

“lo gak perlu berandai-andai” potong gue cepat sambil meletakkan jari telunjuk gue ke bibirnya. “mungkin tuhan emang gak menakdirkan kita berjodoh, jangan pernah berandai-andai dan menolak takdir tuhan wi. Lo harusnya bersukur, lo sebentar lagi akan jadi suami, jadi kepala keluarga, jadi imam untuk istrinya. Gue bahagia kalo bisa ngeliat mantan-mantan yang dulu pernah singgah dalam kehidupan kisah cinta gue udah berhasil menemukan jodohnya. Itu artinya tuhan menunjukkan kepada kalian kalau gue bukanlah jodoh yang pantas ataupun yang sudah ditakdirkan olehnya.” Ujar gue tenang, and once again, i hide up all of my weakness in front of him, i tried to be calm down without one tear drop out from my eye. Look so strong but my heart was broken like as a glass. Everything are  fake! Too fake!

“yaaann.. maaf, gue nyakitin perasaan lo. Maaf...” hanya kata-kata itu yang keluar dari mulut owi.

Gue lihat owi menunduk, gak berani menatap mata gue. Gue ngerasa ada seuatu yang menghantam hati gue. Rasanya terlalu sakit. Gue meyerah dengan ini semua, pura-pura tegar ternyata bukanlah karakter gue yang sebenarnya. Setomboy apapun gue, gue sadar, gue tetaplah perempuan lemah dengan hati yang rapuh bagai gelas kaca yang kapan saja bisa pecah terberai tanpa bisa kembali seperti semula.  Sebisa mungkin gue tutupi kesedihan gue dengan melakukan sabotase tisue yang pura-pura gue pake buat lap keringat. Tapi sepertinya, owi bukanlah pria yang gampang dibohongi. Dia menangkap jejak-jejak airmata di wajah gue.

“lo nangis yan?” tanya owi lirih.

no... no... i’m okay, it’s gonna be allright. Don’t worry about that” ucap gue sambil mencoba tersenyum lepas, but i can’t lied in front of him.

“gue tau persis siapa lo liliyana. Maaf, selama ini gue udah bikin lo kecewa. Maaf selama ini gue udah terlalu banyak ngebuat lo harus numpahin airmata lo untuk orang yang sia-sia ini.” ujar owi yang entah sejak kapan dia berlutut didepan gue, sambil mengangkat dagu gue dan menatap mata gue dalam-dalam.

Owi memang pacar terakhir gue setelah akhirnya gue memutuskan untuk berhenti beberapa waktu untuk dapat kembali menjalin hubungan dengan pria lain. Owi menyeka pelan airmata gue yang masih mengalir turun setetes demi setetes. Perlahan gue bisa merasakan hangat deru nafasnya dipipi gue. Yaa... owi nyium pipi gue. Harus gue akuin, diantara begitu banyak mantan, hanya owi yang paling gak tegaan liat perempuan nangis didepannya. Setelah dirasa mulai membaik, owi melepas ciumannya dari pipi gue. Walhasil pipi gue meninggalkan rona semu kemerahan dan disambut tawa owi.

“kok ketawa sih?” protes gue yang melihat owi tertawa kecil melihat perubahan warna pipi gue.

“hahahaha... ya gak kenapa-kenapa sih, gue udah lama gak liat pipi lo bersemu kayak gitu lagi. Lo terlalu putih sih yan, sampe sampe ronanya keliatan banget.” Ujar owi yang terkekeh.

Gue Cuma bisa tersipu membiarkan pipi montok titisan bakpao ini mempertontonkan dirinya yang bersemu dengan centilnya. Gue akui, daya tarik terbesar gue memang pipi yang terlalu cepat bersemu. Semua mantan gue terlalu gemas dengan pipi gue.

“eehhmmm... yaudah yaa yan, gue kayaknya harus ngiter-ngiter lagi niihh buat lebaranan sama yang lain. Jangan lupa dateng ya yan?? Byeee...” ucap owi yang pamit pulang sambil mengelus lembut kepala gue.

Gue mengantar owi sampai keluar rumah, hingga sosoknya masuk kedalam mobil dan melesatkan mobilnya jauh menghilang dari pandangan gue. Perlahan satu persatu dari mantan semua telah pergi menjauh... menjauh meninggalkan kenangan masa lalunya bersama gue di masa lalu. Sekarang mereka sudah menatap masa depan dengan pasangan hidup masing-masing, tanpa gue yang bukan lagi siapa-siapa dalam hidup mereka. Gue kembali diam merenung, gue perhatikan setoples rengginang yang ada di meja tamu. Gue ingat, gue dan semua mantan-mantan gue sangat suka dengan makanan yang satu ini. perlahan gue mulai memakan sekeping rengginang dan kembali teringat masa-masa indah dimana kami pernah harus saling berebut satu toples rengginang yang sama disaat lebaran. Yaa... sounds stupid sekali. Tiba-tiba disaat gue sedang khusyuk menikmati sekeping rengginang gurih tersebut, sebuah message BBM masuk dan gue lihat siapa pengirim message tersebut. Hendra? Iya, hendra. Hendra yang kini sudah menikah dengan istri yang cantik dan buah hati kembar idamannya sejak dulu. Ya, saat jaman pacaran dulu, hendra selalu berandai-andai suatu hari nanti dia akan menikah dengan gue, membayangkan nanti gue akan hamil dan melahirkan sepasang anak kembar berbeda jenis kelamin. Yaaa.... benar-benar impian masa depan yang membahagiakan. Hendra memang terkenal dengan sosoknya yang kalem dan punya visi masa depan yang begitu sistematis dan terencana. Namun sayang, angan-angan yang kami inginkan dimasa depan itu tidaklah sejalan dengan kenyataan yang ada. Hubungan kami harus kandas ditengah jalan karena tersandung restu orang tua. Keluarga hendra yang erat memegang nilai-nilai budaya jawa sepertinya kurang begitu suka dengan gue yang bukanlah berasal dari keturunan jawa. Orang tua hendra lebih menghendaki hendra dengan seorang wanita chinese nan ayu yang tinggal disurabaya. Namanya sandiani, memang jika dibandingkan dengan gue, sandiani jauh lebih cantik, ayu, dan sangat lembut. Akhirnya, hendra hanya bisa mengalah dengan keputusan orang tuanya, dan gue pun dengan rasa terpaksa harus merelakan hendra pergi, meninggalkan sejuta kenangan dan angan-angan manis yang pernah kita pikirkan bersama. Gue baca isi pesan BBM-nya.

“dear yan, minal aidin walfaidzin yaa?? Maaf lahir batin. Sorry aku gak bisa silaturahmi kerumahmu, aku sekarang lagi disurabaya, ngabisin liburan lebaran bareng keluarga besar istriku sama anak-anak. Kamu apa kabar sekarang?” kira-kira seperti itulah yang ditulis hendra di message BBM-nya.

“gue baik-baik aja kok ndra... ciieee ayahnya si kembar seneng banget dong yaa lebaranan sama keluarga besar?” balas gue dengan diselingi emoticon smile.

“iya nniiihh... pada kumpul semua disini. Kamu gak mudik memang yan?” balas hendra selang beberapa menit kemudian.

“ahahahah... enggaklah, gue terlalu sibuk di jakarta hend. Gue gak sempat mudik ke manado. Kita BBM-an kek gini memang istrimu gak curiga?” balas gue.

“aaahhhh... Cuma ngasi ucapan selamat lebaran doang, kan gak macem-macem. Oh iya, gimana kabarmu? Udah nikah? Atau jangan-jangan kamu udah punya anak?” tanya hendra.

“aahh... nggak kok, gue belum nikah apalagi punya anak. Gue masih sibuk mencari.” Balas gue singkat.

Semenit, dua menit, dan hingga 2 jam berlalu, message BBM gue hanya di “read” doang. Yaaahh.... mungkin dia sibuk. Terlalu sibuk mungkin. Gue hanya melengos tanpa arti. Gue lanjutkan lagi acara makan rengginang yang tadi sempat tertunda. Gue tertegun memperhatikan toples rengginang tersebut. Rasanya seperti gue tersedot ke dalam toples dan saling bercengkrama dengan para rengginang. Entahlah, mungkin jika masih ada mantan yang cari gue saat ini, bilang aja gue lagi curhat sama rengginang. Disaat semua kesedihan akan kenangan masa lalu kembali muncul, dan tak ada seorangpun yang bisa gue ajak untuk berbicara dari hati ke hati, maka biarlah gue terlihat sableng bercengkrama syahdu pada para rengginang, mereka mungkin tak peduli, tapi setidaknya bagi gue, mereka mampu mengobati keresahan hati yang gelisah merindu karena hadirnya mantan.