1 Feb 2015

dareka no tame ni (what can i do for someone)



“jadi, apa kau akan benar-benar kembali ke korea dihari pernikahanku?” tanya seorang gadis dengan suara parau-nya yang menyesakkan dada bagi siapapun yang mendengarnya.

“tentu saja liyana, indonesia bukanlah rumahku. Aku tak diterima dengan baik disini. Lagipula pernikahanmu dengan hendra tinggal menghitung jam lagi kan?” tanyaku kepada gadis bernama liyana, satu-satunya gadis indonesia yang mau menerima dan menampungku dirumah keluarganya di indonesia.

“tapi... aku tak ingin menikah dengannya, aku tiada sedikitpun mencintainya kakak. Bagaimanapun kau harus tetap disini, kau janji kan? kau takkan pernah meninggalkanku, kau akan terus berada disampingku.” Isak liyana sambil bersimpuh di kaki-ku.

Aku tak kuasa menahan haru. Satu persatu air bening itu meluncur turun membasahi pipiku yang terduduk lemas di kursi tamu rumah keluarga liyana. Air mata itu juga perlahan jatuh ke punggung liyana yang bersimpuh di kaki-ku hingga membasahi punggungnya. Ya, bagaimanapun juga aku harus kembali pulang ke seoul. Ini keputusanku. Aku tak ingin berlama-lama disini, aku tak ingin mendengar fitnah yang telah dibuat oleh orang-orang disini tentang aku dan liyana yang tidaklah bertalian darah namun tinggal dalam satu atap. Aku bisa merasakan bagaimana muaknya dilecehi dan dipandang sebelah mata disini. Oh iya, aku lee yong dae, dan inilah kisahku.
***********************

Namaku adalah lee yongdae. Aku seorang pria korea yang lahir dari rahim seorang ibu berdarah indonesia dan ayahku yang asli korea. Di korea, aku tak diterima sama sekali sebagai warga negara korea. Ayah dan ibuku telah lama bercerai sejak umurku 2 tahun. Dari yang kudengar dari ayahku, ibuku sekarang sudah pulang kembali ke indonesia dan menikah lagi disana. Aku hanya tinggal bersama ayahku yang kini lebih sering mengurung diri di kamar dan meratapi perpisahannya dengan ibu. Di korea, aku tak diterima sama sekali sebagai warga negara karena dianggap aku bukanlah keturunan murni orang korea karena lahir dari seorang ibu yang bukan berkebangsaan korea, itulah sebabnya ayahku menyuruhku untuk pergi ke indonesia agar aku bisa diakui sebagai warga negara indonesia sekaligus mencari keberadaan ibuku disana.

Tepat 2 tahun yang lalu aku menginjakkan kaki disebuah negeri khatulistiwa dimana surga dunia terletak disana. Indonesia. Negeri yang sama sekali tak pernah kubayangkan sebelumnya. Aku berangkat dari korea menuju indonesia dengan berbekal “gambling”. Aku tak bisa berbahasa inggris dengan baik, aku juga bahkan tak bisa berbahasa indonesia yang notabene-nya adalah bahasa ibuku sendiri. Ketika pesawat korean airlines dengan nomor penerbangan KG1198 mendarat di bandara soekarno-hatta, aku merasa cemas. Ya, cemas. Cemas memikirkan cara bagaimana aku harus mencari ibuku setelah mendarat dari pesawat ini sedangkan aku tak membawa uang yang cukup untuk bertahan lama disini serta tak ada sanak saudara yang kukenal satupun. Sesampainya aku di indonesia aku seakan tak memiliki arah tujuan untuk tinggal. Kudorong tas koperku keluar dari terminal kedatangan luar negeri terminal 2A bandara soekarno hatta. Begitu banya supir taksi disana yang menawarkanku agar aku menumpangi taksi mereka sementara aku sedang dirundung kebingungan terhebat perihal kemana aku akan pergi setelah ini. disini terlalu ramai, aku memandang sekitarku dan entah darimana asalanya tiba tiba sebuah suzuki swift putih dengan plat B 9985 LLN itu menabrak tubuhku dan aku bahkan sempat tak sadarkan diri hampir 9 jam. Setelah aku sadarkan diri, kutemukan tubuhku terbaring disebuah kamar kelas 1 rumah sakit. Orang pertama yang kutemui bukanlah suster ataupun dokter, melainkan seorang gadis manis dengan potongan rambut cepak dan kaos kelonggaran yang begitu kebesaran ditubuhnya. Ia sadar bahwa aku sudah siuman. Aku terdiam. Aku hanya terdiam sambil memandang wajahnya, mengagumi setiap inci keindahan yang ada diwajahnya tanpa berpaling ataupun berkedip sedetikpun.

“kau sudah siuman rupanya, bagaimana keadaanmu?” tanya gadis dihadapanku dengan sedikit menyunggingkan senyuman di bibirnya.

Aku hanya bisa diam. Aku tak mengerti apa yang dia katakan. Aku tak mengerti bahasa indonesia. Sejujurnya aku ingin mengatakan bahwa aku baik-baik saja, namun aku tak bisa berbicara apapun. Yang bisa kulakukan hanya membuat tanda menggunakan ibu jari dan jari telunjuk yang kubentuk menjadi bentuk lingkaran yang menandakan padanya bahwa aku baik-baik saja.

“aaahhh... syukurlah kalau begitu. Apa kau bisa berbicara?” tanya-nya kembali.

Aku bingung. Aku harus berbicara apa. Berbekal dengan kemampuan english-ku yang buruk, kuberanikan diri untuk berbicara.

“don’t worry, i’m okay. But i’m so sorry if i can’t understand what you said, miss.” Ujarku terbata-bata.

Gadis itu sepertinya mengerti kalau aku bukanlah orang indonesia. Perlahan, ia mencoba untuk berbicara sedikit kepadaku.

“aahh... i’m happy to hear that. thank you god. So, you’re not indonesian, aren’t you? So, where you come from? Japan? China? Taipei? Korea?” tanya-nya dengan english yang lumayan bagus dan aku perlu waktu beberapa menit untuk mencerna pertanyaannya.

“yes, i’m korean. I came from south korea. I went to indonesia to meet my mother. I miss her terribly. But i dunno where she lives now. Are you have to seen her before?” tanyaku pada gadis itu. Aku berharap dia tau keberadaan ibuku.

“uuhhmm... i see. So you came from south korea to meet your mother? How sweet! But i’m sorry, i didn’t know who she is. So, who’s your name boy?” tanya-nya sambil mengulurkan tangannya kepadaku.

“lee yongdae, just call me yongdae. I’m just wanna meet my mother. My mother is indonesian like you, miss.” Ucapku sambil memperkenalkan nama dan tujuanku datang kesini.

“aahhh... yongdae. Ok, mr. Yongdae, my name is liliyana, so just called me liyana. Really? Your mother, indonesian? Its hard to believe it. Nice to meet you and i’m so sorry to got you in car accident at the afternoon.” Ujarnya yang ternyata, dialah pemilik mobil suzuki swift putih berplat LLN yang menabrakku tadi di bandara.

“never mind, miss. Thank you for your help.” Ujarku singkat.

Wajah liyana memerah karena sesal. Namun bagiku, itu sebuah pemandangan yang indah. Dia begitu cantik. Benar kata ayah, ternyata gadis-gadis indonesia memang cantik, sangat alami sekali. Aku mengerti mengapa ayah bisa sampai jatuh hati pada ibuku karena ibuku wanita indonesia dan dia memang cantik. Aku terpaku memandangi wajahnya. Namun sepertinya ia sadar bahwa aku terlalu lama memandang wajahnya dan mulai terlihat salah tingkah dibuatnya.

“whats wrong mr. Yongdae? Why you’re looking at me like that? Have an something wrong?” tanya-nya.

“uhhmmm... no. You’re looks so beautiful, miss. Really beautiful. I remember what my father says, he’s said if indonesian women are beautiful, cause my mother are beatiful too as an indonesian women.” Ucapku sambil tersenyum kecil.

“aahhh... thank you for your appreciation. But, you said if your mother is indonesian? So why you didn’t speak in indonesian? Indonesian is your mother language, right?” tanya-nya yang mungkin heran mengapa aku tak bisa berbahasa indonesia.

“aahhh... its a long story. My mother leaving me and my father when i’m 2 years old. I forgot how her face like. But i still have her picture. i’m good in korean only. I haven’t any family or friends in here. I didn’t know where i’ll go to after that.” Ucapku dengan nada putus asa. Ya, aku bingung, hendak kemana lagi aku setelah ini.

“uuhhmmm... if you don’t mind, you can stay at my home for a time till you can find your mother, how about you? Wanna?” tawar liyana yang mengajakku untuk tinggal bersamanya untuk beberapa lama sampai aku bisa bertemu ibu-ku.

“okay, sounds good. Thank you very much miss, you’re like an angel. You have an angel hearts.” Ucapku sambil mencium telapak tangannya sambil berterimakasih tanpa henti.

Setelah menebus semua administrasi di rumah sakit tersebut, liyana mengajakku pulang ke rumahnya. Ia menyuruhku untuk cepat masuk ke dalam mobil sementara ia menyuruh adiknya untuk mengangkut koperku ke dalam bagasi mobilnya. Mobil tersebut perlahan bergerak menjauh dari parkiran rumah sakit dan akan membawaku kerumah liyana. Aku duduk di jok belakang mobil liyana sedangkan liyana duduk di jok depan berdampingan dengan adiknya yang mengemudikan mobil. Adiknya liyana sepertinya heran, mengapa kakaknya berani membawa seorang WNA yang tak ia kenal sebelumnya kerumahnya dan mengizinkan untuk tinggal bersama.

“kakak, mengapa kau izinkan dia tinggal dirumah kita?” tanya adik lelaki liyana yang kelihatannya sangat mencurigai-ku.

“aku tadi sudah mengatakannya bukan? Aku tak tega melihatnya luntang lantung tak tentu arah hendak kemana ia pergi. Ia juga kesini untuk mencari ibunya yang telah lama meninggalkannya, aku merasa kasihan padanya. Jadi aku putuskan untuk membantunya mencari ibunya disini. Oh iya, mr. Yongdae, let me introduce my lil’ brother to you. His name is tontowi. Just called him owi.

“hello, i’m lee yongdae, nice to meet you.” Ucapku sambil tersenyum.

“aahhh... i’m owi. Nice to meet you too mr. Yongdae.” Ujar owi sambil tersenyum simpul.

Kami sudah sampai dirumah liyana. Liyana tinggal bersama ayah, ibu dan adik lelakinya tontowi. Sesampainya di rumah liyana, aku disambut hangat oleh kedua orang tua liyana yang sangat ramah itu. Owi mengantarkanku ke sebuah kamar tamu yang bersebelahan dengan kamarnya di lantai 2. Aahhh... kurasa aku memang cukup beruntung. Aku diterima dengan baik disini. Awalnya tetangga dan juga ketua RT dilingkungan rumah liyana sempat mencurigai-ku, namun seiring berjalannya waktu, mereka bisa menerimaku namun tak sedikit pula yang tak menyukai keberadaanku disini.
*************************

Hari demi hari, liyana mencoba mengajariku bahasa indonesia sampai aku terbiasa dengan ucapan dalam kalimat bahasa indonesia yang paling dasar seperti “selamat pagi, apa kabar, dan baik-baik saja.” owi-pun demikian. Tapi perbedaannya owi mengajariku bahasa indonesia yang lebih gaul seperti penggunaan kata “lo, gue, bokap, nyokap, yoii” dan segala macam bahasa gaul lainnya. Liyana sendiri bekerja sebagai script writer di sebuah perusahaan rumah produksi, sedangkan tontowi baru saja menyelesaikan beasiswa SMA plus-nya di vienna, austria. Liyana memiliki seorang sahabat lelaki bernama hendra. Ya, dia tampan dan kelihatan cerdas. Dia rekan kerja liyana di rumah produksi. Aku sering melihat hendra datang kerumah liyana setiap weekend ataupun mengantarnya pulang kerumah. Sebagai pria normal dan sangat mengagumi liyana, ada terbesit rasa cemburu saat melihat mereka berdua. Meski tidak terlalu intim, namun sangat dekat jarak diantara keduanya. Saat waktu senggang, aku pernah bertanya kepada liyana soal kedekatannya dengan hendra.

“liyana... boleh aku bertanya?”

“aahhh... tentu saja kak. Apa yang ingin kau tanyakan?” tanya liyana yang memanggilku dengan sebutan “kakak” karena usia kami yang berbeda 3 tahun.

“kau dan hendra selalu bersama setiap hari, apa kau mencintainya?” tanyaku hati-hati. Aku takut liyana tersinggung.

“tidak, aku tak memiliki perasaan apapun padanya. Kau bukan orang pertama yang bertanya hal demikian kak dae, banyak teman temanku yang bertanya demikian. Meski kelihatannya kami dekat, namun aku tak merasakan apapun saat bersamanya. Perasaan itu sangat sulit untuk ditebak.” Ucap liyana sambil tersenyum menjawab pertanyaanku.

“uuhhmm... liyana?” tanyaku ragu-ragu.

“iya, ada apa lagi kak?” tanya-nya sambil menghentikan kegiatannya sejenak.

“aku ingin bertanya satu hal lagi, bolehkah?” tanyaku dengan hati-hati.

“aaahhh... tentu, apapun yang ingin kau tanyakan, tanyakan saja.” ujarnya.

“uuuhhhmm... apa kau menyukai seseorang.” Tanyaku lagi.

“ya, tentu. Aku sedang mencintai seseorang. Seseorang yang sangat dekat denganku.” Ucapnya singkat sambil kembali melanjutkan menulis naskah.

“apa aku boleh tau siapa dia?”

“kau!” ucapnya mantap sambil kembali memijit-mijit tuts keyboard laptopnya.

“you gotta be kidding me?” tanyaku memastikan. Aku tau terkadang liyana sangat suka mengerjaiku.

“no! i’m seriuosly to say that, yongdae oppa” ucap liyana yang kemudian berdiri dan memelukku dari belakang.

Liyana sepertinya sungguh-sungguh mengatakannya. Ia memeluk tubuhku dari belakang. Perlahan ia mulai merosotkan kepalanya di bahuku. Matanya terpejam untuk beberapa saat. Aku bisa merasakan hangat nafasnya dileherku yang membuatku menggigil geli. Perlahan ia membisikkan kata-kata ditelingaku.

“kak, aku sungguh mencintaimu. Aku ingin bersamamu dalam waktu yang lebih lama lagi. Aku ingin berbagi suka-duka ku denganmu. Aku ingin menjadi pengisi ruang hatimu. Aku ingin menjadi ibu dari anak-anakmu. Aku ingin menjadi menantu terbaik untuk kedua orangtua-mu. Bagaimana lagi caranya agar kau bisa bersamaku?”

“aku mencintaimu juga liyana.” ujarku mantap. Kuputar tubuh liyana menghadap ke depanku dan kupeluk tubuhnya erat. Erat sekali. Seperti merasakan pelukan ibuku.

Hubungan kami semakin lama semakin intim. Aku sering menemaninya untuk mengetik naskah bahkan hingga larut malam. Dia bekerja sangat keras sedangkan aku tak dapat melakukan apa-apa disini. Terkadang, aku sering mencuri kesempatan untuk melihatnya ke kamar dan menemukannya sedang tertidur didepan laptopnya. Aahhh... kasihan dia, dikejar deadline adalah makanan sehari-harinya. Aku dikejutkan oleh sebuah ringtone pesan masuk di smartphone liyana. kulihat siapa pengirimnya. Hendra. Ya, kulihat pesan dari hendra dan seketika aku merasa sakit luar biasa saat membaca pesan tersebut. Aku lemas.

“liyana, besok aku dan keluargaku akan datang kerumahmu untuk melamarmu. Jangan lupa untuk tidak tidur larut malam sebab aku ingin melihatmu terlihat segar seperti bunga yang baru mekar besok. G’night liyana. love you :* “ –hendra-

                Liyana ternyata merahasiakan sesuatu dariku. Dia ternyata lebih mencintai hendra daripada aku. Lemas rasanya seluruh persendianku. Mengapa wanita bisa dengan mudahnya berbohong dan memalingkan perasaan mereka dari satu pria ke pria lain? Dia pernah bilang kalau ia tak sedikitpun mencintai hendra, namun kenyataan apalagi ini? justru hendra malah akan melamarnya besok. Liyana, sudah tak berhargakah aku? Apakah karena aku bukan orang indonesia dan asal usulku tak diketahui dengan jelas maka kau berpaling mencintai yang lain? Atau, apakah ada orang-orang yang menekanmu sehingga kau memaksakan untuk mencintai orang yang jelas jelas tak kau cintai? Rasanya seperti ada sebuah palu godam raksasa yang menghantam tepat ke hatiku. Rasanya sakit. Tuhan, apakah ini yang namanya sakit karena mencinta? Aku seperti merasa menjadi lelaki paling lemah. Benar, lelaki tak pernah berdaya jika menyangkut masalah wanita. Aku kembali kekamarku dan mulai memejamkan mataku. Semoga saja aku Cuma bermimpi. Semoga saja itu semua hanya lelucon.
*************************

                Sinar mentari perlahan menerobos masuk ke ruang kamarku melalui jendela. Perlahan mataku mulai terbuka, kudengar suara gaduh dari lantai bawah. Sepertinya dibawah sedang ada kesibukan. Aku berjalan menelusuri anak tangga dan menemukan keluarga liyana sedang menyiapkan makanan untuk jamuan. Aku sendiri melihat liyana yang terduduk lesu di kursi tamu dengan memakai dress cantik berwarna putih gading. Wajahnya nampak resah. Aku bisa melihatnya dari air mukanya. Namun lagi-lagi lamunanku dibuyarkan oleh suara deru mesin mobil yang memasuki pelataran rumah liyana. kedua orang tua liyana yang mengetahui kedatangan seseorang tersebut langsung menyambut di ambang pintu. Ternyata, orang yang disambut oleh keluarga liyana adalah hendra dan keluarganya. Jadi benar, pesan semalam memang sungguh dikirimkan oleh hendra dan itu bukanlah sebuah lelucon ataupun halusinasi-ku. Hendra datang bersama keluarganya. Ada ayah dan ibunya. Karena posisiku yang berada di dekat ambang pintu, mau tak mau aku harus ikut menyambut kedatangan keluarga hendra. Saat memberi salam pada ibunya hendra, aku seperti merasa tak asing dengan wanita ini. entah mengapa, aku seperti merasa sedang bercermin saat memandang kedua bola mata wanita paruh baya tersebut. Wanita paruh baya itu seperti merasakan apa yang aku rasakan, namun hal itu tak berlangsung lama. Aku yakin sekali sepertinya aku pernah melihat rupa wanita paruh baya ini, dia sepertinya tak asing di indera penglihatanku. Kami semua duduk berkumpul di ruang tamu dan keluarga hendra pun menyatakan maksud dan tujuannya untuk datang kemari. Benar, hendra benar benar ingin melamar liyana untuk menjadi istrinya. Saat ditanya apakah liyana menerima lamaran hendra, aku berharap agar liyana bisa mempertimbangkannya kembali dan menolak hendra, namun apa yang kuharapkan ternyata tak sesuai dengan inginku. Liyana hanya bisa mengangguk lemah dalam keadaan yang tak menguntungkan baginya. Tak kutemukan raut wajah bahagia dari wajahnya.hanya ada kegetiran yang kulihat disana. Sepertinya ia tertekan. Semua nampaknya bahagia dengan keputusan ini, namun tidak dengan liyana. tanggal pernikahan telah disepakati dan semua akan diurus oleh pihak keluarga hendra. Setelah semua telah dibicarakan, keluarga hendra pamit untuk pulang. Liyana kembali ke kamarnya sambil sesekali terisak. Aku tak mengerti mengapa. Mungkin dia sangat tertekan dengan keputusan ini. tapi bukankah liyana mencintai hendra? Lantas jika ia tak mencintai hendra mengapa ia terlihat sangat tertekan seperti itu? Aku mengikuti liyana kekamarnya dan menemukan liyana yang makin pecah tangisnya. Aku mengelus lembut punggung gadis itu dan memeluknya. Dia membalas pelukanku dengan erat. Ia menumpahkan semua airmatanya di pelukanku.

“kak, maafkan aku...” tangis liyana yang memecah keheningan dikamarnya.

“maaf untuk apa liyana? bukankah sebentar lagi kau akan menikah? Mengapa kau menangis seperti ini? harusnya kau bahagia bukan, kau akan menjadi istri dari rekan kerjamu sendiri.” Balasku dengan penuh ketegaran, namun sejujurnya akupun merasakan lara tiada tara.

“maaf karena aku mengkhianati cintamu kak. Maaf karena selama ini aku tak pernah jujur padamu. Aku minta maaf untuk segalanya.” isaknya yang makin menjadi.

“apa maksudmu? Ceritakanlah semuanya agar aku mengerti liyana.” bujuk-ku agar liyana mau menceritakan apa yang sebetulnya terjadi.

“menikah dengan hendra bukanlah keinginanku, menerima pinangan hendra bukanlah perkara yang mudah. Aku mungkin bisa saja menolaknya mentah mentah. Namun harus kau tau satu hal, aku pernah mengutarakan pada ayah kalau aku hanya mencintaimu dan ingin menikah denganmu. Tapi apa yang ayah katakan? Ia tak ingin mengambilmu sebagai menantunya karena kau bukanlah orang indonesia, asal usulmu tak jelas. Kau tak punya pekerjaan yang jelas, lalu ayah juga mengatakan kalau setelah aku menikah nanti kau harus kembali pulang ke negara asalmu. Ayah sebetulnya ingin mengatakan itu padamu, namun ia takut melukai perasaanmu. Jadi ia menyuruhku untuk membicarakan ini padamu.” Aku liyana yang menjelaskan detil dari semua kejadian ini.

                Ya, aku tak bisa menyalahkan siapa-siapa. Aku juga tak bisa menyalahkan ayah liyana. aku memang bukan orang indonesia, mereka tak tau asal-usulku. Terang saja kalau mereka malu jika harus memiliki menantu sepertiku.

“ayah juga bilang, ia sudah tidak tahan mendengar cemoohan dari tetangga perihal dirimu yang tak bertalian darah dengan kami, berbeda negara dengan kami, namun diterima untuk tinggal bersama untuk waktu yang cukup lama. Pastinya kau sendiri juga tau kan kak kalau banyak yang tidak menyukai kehadiranmu disini?” tanya liyana yang menatap mataku begitu dalam. Seperti ingin mencari jawaban atas pertanyaannya.

“yah, aku tau hal itu liyana. maaf jika aku menyusahkan keluargamu dan membuat kelurgamu malu karena gunjingan orang orang tentangku. Aku rasa sepertinya sudah 2 tahun aku membuat kalian susah. Lagipula aku merasa sudah menyerah untuk mencari ibuku. Mungkin ia memang sudah tak ingin melihatku lagi, mungkin ia memang tak menginginkanku, makanya kami tak bisa diberi kesempatan untuk bertemu. Mungkin ibuku tidak berada di jakarta. Mungkin ibu tinggal dikota lain di negara ini.” jawabku sambil tersenyum getir.

“tidak! Kau baru saja bertemu ibumu tanpa kau sadari. Kak, maaf aku harus berbohong lagi untuk yang kedua kalinya padamu. Sebenarnya, ibumu itu adalah ibunya hendra. Ya... ibunya hendra dalah orang yang kau cari selama ini. hendra sendiri yang mengatakan padaku bahwa ibunya dulu pernah menikah dengan lelaki korea dan melahirkan seorang anak laki-laki disana. Namun saat itu ibunya bercerai dari suami pertamanya dan kembali pulang ke indonesia untuk menikah lagi. Menikah dengan ayahnya hendra. Aku terkejut mendengar itu semua. hendra juga pernah mengatakan bahwa anak lelaki ibunya bernama yongdae. Namun sepertinya ibumu belum menyadari kehadiranmu ditengah tengah kita, kak.” Ujar liyana yang mengakui sebuah kebenaran yang membuat mataku terbelalak dan dan tak percaya dengan itu semua.

“kau bercanda! Ibunya hendra adalah ibuku? Bagaimana mungkin?” tanyaku yang tak percaya.

“itulah kenyataannya kak, aku telah memberitau hendra soal dirimu yang sesungguhnya. Rencananya, aku dan hendra akan mebawamu untuk pergi menemui ibumu. Kau datang kesini untuk mencari ibumu bukan?” tanya liyana.

“aku sangat tidak bisa mempercayainya. Itu artinya hendra adalah adik tiriku?” tanyaku untuk meyakinkan pernyataan liyana.

“iya, hendra adalah adikmu. Jika ada waktu, aku akan membawamu kerumah hendra untuk mempertemukanmu dengan ibu kandungmu.” Jawab liyana dengan mantap.

                Susah bagiku untuk mempercayainya. Faktanya bahwa aku adalah kakak tiri seorang hendra dan, fakta yang paling menyakitkan adalah aku harus mengorbankan cintaku, perasaanku, demi seseorang. Demi kebahagiaan adikku. Terkadang itulah yang terjadi, kenyataan memang tak pernah bisa ditebak. Hidup adalah layaknya sebuah permainan sirkus yang penuh dengan trik dan kejutan yang tak terduga. Ah ibu, mengapa? Mengapa aku harus merasakan sakit yang luar biasa ini? apakah aku tak layak untuk bahagia? Aku sudah pernah merasakan kepedihan bagaimana rasanya kehilangan dirimu diusia yang masih teramat sangat kecil, tapi kenapa saat aku mulai merasakan kebahagian, kau malah datang membawa duka yang lain untukku? Tak pantaskah aku untuk hidup bahagia? Apakah kini kau senang melihatku yang hidup dalam kegelapan tanpa kasih sayang dan bimbingan darimu? Ibu, mengapa kenyataan ini begitu pahit dan menyakitkan? Kau merajut kembali hidupmu menjadi jauh lebih bahagia dan mengorbankanku demi meraih kebahagiaanmu sendiri? Begitu egoiskah dirimu? Jika saja kau memang ibu kandungku, kau pasti akan mengenaliku, meskipun kita tak pernah lagi bertemu untuk waktu yang lama. Ibu, kemana naluri keibuanmu? Aku semakin tak kuasa menahan tangis dengan semua kenyataan yang ada. Ya, aku memang sangat rapuh. Ingin rasanya aku meminta pada tuhan agar aku tak usah saja diciptakan ke dunia ini. ingin rasanya aku melenyapkan diri dari sini. Aku kembali ke kamarku dan memandang kembali sebuah foto lusuh yang selalu kusimpan di dompetku. Ibu, masihkah kau memiliki kasih sayang itu untuk aku, anakmu? Jika kau memang masih memiliki kasih sayang seorang ibu, mengapa saat kita bertemu tadi kau tak berlari memelukku dan mencium keningku? Apakah ingatanmu tentangku telah lenyap? Air mata ini selalu teriring bersama doa yang kupanjatkan kepada tuhan agar aku bisa bertemu kembali denganmu. Ibu, aku bukanlah lelaki yang tegar. Aku rapuh tanpamu. Aku tumbuh dan hidup dalam nestapa dan kegelapan. Aku masih menangis sambil memandang foto ibu dengan keharuan yang semakin meluap. Kubiarkan airmata ini jatuh sampai aku tak bisa lagi menangis dan mataku mulai terlelap dalam buaian haru dan airmata rindu.
*************************

                Setelah hari itu, aku tak ingin melakukan apapun, aku tak ingin makan, bahkan aku hanya bisa terdiam dikamar dan sesekali airmataku keluar tanpa dikomando. Pikiranku kacau, batinku serasa mati. Keluarga liyana bahkan telah sering memanggil psikiater kerumah untuk memeriksaku. Katanya, aku mengalami depresi akut. Persetan soal depresi akut! Kalian semua bukan yang telah membuatku menjadi seperti ini? mungkin jika aku diberi pilihan antara bertahan hidup atau mati, aku jauh lebih memilih untuk mati daripada hidup tanpa arah dan tujuan, luntang-lantung sendiri tanpa ada yang memperhatikan seperti ini. hidup seperti ini jauh lebih buruk daripada meninggalkan dunia fana ini. ibu, jika sekarang kau lihat keadaanku kini, apakah sekarang kau akan senang? Kau pasti senang bukan, aku perlahan sedikit demi sedikit akan hancur dan membusuk menjadi bangkai sedangkan kau akan menikmati melihat anakmu yang lain menikah dan memberimu seorang cucu segera mungkin? Keadaanku makin lama makin memburuk! Bagus! Aku suka mendengar hal itu, besok besok kabar apalagi yang akan kudengar soal perkembangan kejiwaanku? Aku serasa mati rasa. Aku sudah tak merasakan apapun lagi. Lapar, sedih, bahagia, tertawa, menangis dan segala sesuatu sudah tak lagi bisa kurasakan. Mungkin tak menutup kemungkinan pula jika esok aku bahkan tak bisa merasakan jantungku berdetak, aku tak bisa lagi merasakan rasanya bernafas dan menghirup udara bebas.

 Entah sudah berapa lama aku menjadi seperti ini. keluarga liyana pun mungkin sudah tak punya harapan lagi untuk kesembuhanku. Namun sepertinya, hanya liyana yang berharap agar aku bisa tetap terus bertahan hidup. Hari itu, aku melihat liyana masuk kekamarku sambil membawa seorang wanita paruh baya. Yaa.... wanita itu! Wanita itulah orang yang selama ini aku cari! Orang yang dengan teganya pergi meninggalkanku sendirian didalam kelamnya kehidupan yang menyedihkan ini. huh? Ternyata ia masih punya hati untuk datang melihatku? Oh... wahai kau wanita paruh baya, apa kini kau sadar bahwa aku adalah orang yang sangat berharga yang dulu pernah kau kandung dan kau lahirkan ke dunia ini? ia menatapku lama, melihat semua yang ada pada diriku secara detil hingga kedua bola mata kami bertemu. Tidak, mata itu. Kenapa kau wariskan sebentuk tatapan mata yang sama seperti itu padaku? Mengapa? Mengapa? Aku bisa melihatnya dari kedua bola matamu. Aku melihat bagaimana kau bertemu dan menikah dengan ayahku. Aku juga bisa melihatmu ketika berpisah dengan ayahku, bagaimana kau meninggalkanku tanpa perasaan bersalah. Melihatmu kembali kenegaramu dan merajut rumah tanggamu yang baru dan melahirkan anakmu yang bernama hendra. Aku bisa lihat itu semua dikedua bola matamu. Mata adalah jendela hati. Dari matamu-lah aku bisa melihat apa yang ada dihatimu. Perlahan matamu mulai berkaca kaca, setetes air bening mulai melesak keluar dari pelupuk matamu. Kau memelukku erat. Kau mencium keningku dan menenggelamkanku dalam pelukanmu. Pelukan yang selama ini sangat kurindukan dan tak pernah kudapatkan dari orang lain bahkan ayahku sekalipun. Rasanya begitu hangat dan menenangkan, seperti ada suatu ikatan yang kembali terajut diantara kami. Ibu... mengapa kau baru datang hari ini, saat aku sudah lelah mencari beberapa tahun di negeri orang. Bibirmu bergetar hebat saat kau ucap namaku. Sebuah nama yang dulu kau rangkai dengan indah untuk kemudian menjadi namaku hingga detik ini.

“lee yongdae, kau kah itu nak?” tanya ibuku tak percaya saat melihatku dalam keadaan yang mengenaskan seperti ini.

“ya, aku yongdae, aku mencari ibuku... aku hanya ingin mencari kebahagianku kesini. Merantau jauh dari negara asalku demi bertemu malaikat tak bersayapku.” Ujarku dengan tatapan kosong tanpa ekspresi serta harapan.

“sudahilah pencarianmu nak, malaikatmu kini telah berada disisi-mu.” Jawabnya sambil memelukku erat. Ibu... ibu... itukah kau? Seperti inikah rasanya hangat pelukanmu?

“tapi mengapa? Mengapa kau dengan biadabnya meninggalkanku yang masih kecil tak berdaya ke dalam jurang nestapa, sedangkan kau berusaha kabur, melarikan diri dari jurang itu dan berlari meraih puncak kebahagian tanpa aku? Aku telah berteriak sekuat tenaga untuk memanggil namamu, tapi kau seolah tak mendengar. Kau acuh tak acuh padaku. Ibu, Jika aku bukan sumber kebahagiaanmu, mengapa kau melahirkanku kedunia ini? jawab aku ibu!?” jeritku meminta penjelasan wanita paruh baya itu.

“maafkan ibu nak, maaf. Ibu mungkin memang bukan ibu yang baik untukmu. Terkutuklah aku untuk segala dosa yang pernah kuperbuat padamu nak. Ibu meninggalkanmu karena ibu sudah tak tahan lagi dengan kehidupan disana. Ibu seperti tak dihargai disana, ibu selalu dipandang sebelah mata, ibu tak kuasa untuk menanggung itu semua.” ucapnya sambil terisak dalam sendu yang mengharu biru.

“kau bilang kau tak kuasa untuk menanggung itu semua. apakah kau tak mau bertanya padaku, apa kabar aku yang terlahir seperti ini. masa kecilku penuh dengan bully, aku dikucilkan, mereka memandangku remeh. Jika dibandingkan, cobaan yang kau terima tidaklah seberapa dengan yang kurasakan selama ini. mengapa ibu? Mengapa kau pergi meninggalkanku dan ayah dan membangun sendiri keluarga idamanmu tanpa kami dalam kehidupanmu? Apakah kami hanyalah beban untukmu?” tanyaku yang tak terima dengan alasan klasiknya.

“nak, jika kesalahan ibu terlalu besar untukmu, ibu rela ke neraka demi menebus kesalahan kesalahan yang pernah ibu lakukan terhadap kalian. Namun, untuk kali ini saja, ibu meminta kelapangan hati dan jiwa pemaafmu atas segala dosa dosa yang pernah ibu lakukan.” Ujarnya sambil bersimpuh dikaki-ku.

                Aku terdiam. Jujur, sebagai anak yang pernah terbuang, masih ada api dendam dalam dadaku. Namun, bagaimanapun ia tetap ibuku. Tanpanya, mungkin aku tak bisa seperti ini sekarang. Aku diam seribu bahasa. Kulihat liyana yang menangis haru melihat pertemuan antara ibu dan anak yang terpisah oleh kekejaman ego dan waktu. Perlahan, kusejajarkan tinggi tubuhku dengan tubuh ibuku yang sedang bersimpuh di kaki-ku. Kubangunkan dia dan kupeluk dia seerat mungkin. Aku mungkin dendam padanya, namun aku tak bisa untuk membencinya. Dia tetaplah malaikat tak bersayapku, yang melantunkan nyanyian surga di telingaku. Akulah separuh jiwanya. aku peluk dia erat, aku tak ingin ia pergi lagi. Aku sudah cukup banyak merasakan pedihnya kehilangan orang orang yang kusayangi dimasa lampau.

“ibu, maukah kau ikut kembali denganku. Kita akan kembali ke korea dan pulang kerumah bertemu ayah. Ayah sudah menanti kepulanganmu. Setiap hari ia tak pernah lelah menunggumu di ambang pintu. Ayo ibu, kembalilah bersamaku ke seoul.” Pintaku pada ibu yang disambut gelengan kepalanya.

“tidak bisa nak, ibu sudah memiliki keluarga disini, ibu punya tanggung jawab disini.” Jawab ibuku dengan nada getir.

“ayolah ibu... kembalilah bersamaku. Aku janji jika kau ikut kembali bersamaku, aku akan jadi anak yang baik. Aku akan turuti semua perintahmu.” Pintaku kembali padanya agar ia mau ikut bersamaku.

“tidak nak. Ibu tidak bisa lakukan itu. Jika kau ingin, tinggalah bersama ibu. Ibu akan merawatmu disini. Disini kau juga tak akan kesepian karena kau memiliki adik. Hendra adalah adikmu, dan sebentar lagi liyana akan jadi adik iparmu.” Jawab ibuku sambil mencengkram bahuku erat.

“tidak! Dia bukan adikku. Aku anak tunggalmu. Hanya aku yang boleh kau sayangi. Aku juga tak terima jika hendra menjadi suami liyana. aku yang lebih dahulu menyukainya. Liyana tak mencintai hendra, liyana hanya mencintaiku seorang.” elak-ku sambil meninggikan intonasi suaraku.

“yongdae!!! Jaga ucapanmu. Liyana sebentar lagi akan menjadi istri adik tirimu. Hendra mencintai liyana, dan liyana pun sebaliknya. Aku menginginkan yang lebih baik untukmu nak.” Jawab ibuku dengan tegas.

“jadi, liyana bukan yang terbaik untukku? Ibu, mengapa tak kau tanyakan langsung pada liyana, siapa yang ia cintai? Cinta itu perlu timbali balik! Jika hanya salah satu yang mencintai, itu bukan cinta namanya! Itu hanya sebuah obsesi! Liyana tak mencintai hendra. Namun hendra mencintai liyana. apa itu namanya? Liyana hanyalah obsesi seorang hendra semata.” pekik-ku yang kuharap membuat ibuku percaya.

“ini keputusanku nak! Tolong jangan kau ganggu kebahagiaan adik tirimu. Aku juga pasti ingin yang terbaik untukmu, dan aku tau siapa yang terbaik untukmu. Namun itu akan kita ketahui seiring berjalannya waktu. Ibu permisi untuk pulang.” Ujarnya sambil mengambil tasnya dan berlalu dari kamarku.

Ibu... lagi dan lagi, kau merampas semua kebahagiaanku. Mengapa? Ada apa denganmu? Mengapa setelah kau berpisah dengan ayah kau menjadi orang yang begitu egois? Jika kau seorang ibu, kau seorang wanita, pasti kau mengerti apa yang dirasakan calon menantumu. Aku mungkin juga egois, namun faktanya aku dan liyana saling mencintai.
********************************

setelah pertemuanku dengan ibu beberapa waktu silam, kejiwaanku sudah mulai pulih meskipun tak seutuhnya. Besok adalah hari pernikahan liyana dan hendra. Liyana... kulihat wajahnya yang makin hari makin murung. Tak ada cahaya yang memancar dari dalam dirinya. Bukankah seharusnya calon pengantin itu berbahagia karena sebentar lagi akan dipersatukan dalam janji suci sehidup semati? Aku sudah putuskan untuk pulang kembali ke korea. Kukemasi semua pakaian dan barang barangku. Liyana memperhatikanku yang sibuk mengemasi barang barangku. Aku berfikir bahwa lebih baik jika aku aku secepatnya pergi ke seoul sebelum pernikahan liyana dan hendra esok hari? Ya, tekadku telah bulat. Ini keputusan finalku. Aku sudah cukup lama tinggal di indonesia. Kupikir sudah cukup untuk mengakhiri petualanganku untuk menemukan ibuku. Awalnya aku ke indonesia hanya untuk bertemu ibuku kan? Bukan untuk jatuh cinta dan menikah dengan gadis indonesia juga. Liyana berjalan mendekatiku dan mengajakku untuk berbincang di ruang tamu.

“jadi, apa kau akan benar-benar kembali ke korea dihari pernikahanku?” tanya liyana dengan suara parau-nya yang menyesakkan dada bagi siapapun yang mendengarnya.

“tentu saja liyana, indonesia bukanlah rumahku. Aku tak diterima dengan baik disini. Lagipula pernikahanmu dengan hendra tinggal menghitung jam lagi kan?” tanyaku padanya.

“tapi... aku tak ingin menikah dengannya, aku tiada sedikitpun mencintainya kakak. Bagaimanapun kau harus tetap disini, kau janji kan? kau takkan pernah meninggalkanku, kau akan terus berada disampingku.” Isak liyana sambil bersimpuh di kaki-ku.

“liyana, jalanilah hidupmu. Ini jalan hidupmu. Mungkin hendra adalah jodoh yang telah digariskan tuhan untukmu. Meskipun kau tak mencintainya sekarang, namun cobalah untuk menerima segala kelebihan dan kekurangannya, maka dengan itu kau perlahan bisa mencintainya. Tersenyumlah, besok kau akan jadi pengantin tercantik yang akan dilihat oleh hendra.” Hiburku padanya. Meskipun rasanya sangat menyakitkan saat mengatakan hal itu.

“baiklah kakak. Aku akan mendengar semua nasehatmu. Namun satu hal yang harus kau tau, tak selamanya cinta itu bersama, tak selamanya cinta itu harus saling memiliki. Cinta adalah sebuah keikhlasan, keikhlasan dalam menerima segala lebih dan kurang masing masing insan. Mungkin ragaku hanya milik hendra, namun hatiku akan tetap selalu menjadi milikmu.” Ujarnya sambil memelukku erat.
******************************

                Haripun berganti, dan hari ini adalah hari pernikahan liyana dan hendra. Aku tak diperbolehkan untuk pulang oleh keluarga liyana. mau tak mau hari ini aku akan mencoba sekuat hati untuk menahan rasa sakit itu. Sebuah setelan jas warna hitam elegan membalut tubuhku yang atletis. Setelah selesai berpakaian, aku berjalan keluar kamar dan melihat liyana yang sedang didandani oleh perias pengantin. Liyana... dia sangat cantik hari ini. gaun putih itu membalut tubuhnya yang indah. Dia terlihat sempurna. Sangat cantik dan memikat. Dia benar-benar menjelma menjadi pengantin tercantik. Namun aku masih menemukan kemuraman wajahnya. Ia menyadari kehadiranku yang sedari tadi memperhatikannya saat di dandani. Ia tersenyum getir kearahku dan menyuruhku untuk duduk disampingnya.

“kakak... apakah aku sudah kelihatan cantik hari ini?” tanya liyana dengan sedikit keraguan.

“tentu! Kau selalu tampak cantik setiap hari. Kau pengantin tercantik dan buatlah mereka semua iri kepada hendra karena dapat mempersunting gadis secantik dirimu.” Ucapku sambil membelai lembut kedua pipinya yang merona akibat blush on.

“kakak, apakah kau bisa merelakanku?” tanya liyana. suaranya seakan tercekat dikerongkongannya.

“aku harus merelakanmu liyana. aku harus merelakanmu, merelakan kebahagiaanku demi seseorang. Demi kebahagiaan adik tiriku. Itulah pengorbanan seorang kakak, liyana. seorang kakak dianugerahi kebesaran hati untuk merelakan, untuk mengalah demi kebahagiaan adiknya. Aku telah mempelajari hal itu sejak lama. Bagaimanapun juga, aku tak ingin menjadi orang yang egois liyana. aku berfikir bahwa kebahagiaan adikku adalah segalanya untukku. Jika kau menjadi diriku saat ini, kau pasti akan melakukan hal yang sama bukan?” tanyaku sambil menggenggam kedua tangannya erat.

“kau pasti berat untuk melakukan hal itu kak, namun aku tak ingin munafik untuk tak berhenti mengagumi kebesaran dan kerelaan hatimu. Begitu baik sekali budimu kakak. Aku tak akan mengingkari janjiku padamu kak. Akan kuikuti semua nasehat yang pernah kau berikan padaku. Ayo cepat bergegas, mobil sudah terparkir didepan gerbang, kita semua harus bergegas.” Ujar liyana sambil mencoba tersenyum simpul.

                Kami semua berangkat menuju ke gereja untuk melaksanakan pemberkatan pernikahan liyana dan hendra. Aku duduk diam dan terus menguatkan hati. Ayolah yongdae, merelakan adalah sifatmu kan? Selama hidup kau sudah terlalu banyak merelakan kebahagiaanmu demi orang lain. Batinku semakin kacau. Peperangan antara ego dan keikhlasan beradu didalam batinku. Hingga tak terasa mobil yang membawaku dan keluarga liyana telah sampai disebuah gereja. Ya, kami semua masuk kedalam gereja, kulihat ayah liyana menggenggam tangan putrinya berjalan menuju altar untuk akhirnya disandingkan disamping calom menantunya. Aku duduk dibarisan paling belakang. Yah, hari ini, didepan mataku, disaksikan oleh tuhan, 2 orang insan bersatu dalam sebuah ikatan janji suci pernikahan. Aku tak kuasa menahan air mataku yang turun melihat itu semua. aku tak bisa menjelaskan, apakah itu air mata kebahagiaan, atau air mata kepiluan. Aku tak bisa melukiskan perasaanku saat ini. kulihat pendeta yang mulai membacakan puji-pujian dan doa pemberkatan pernikahan hendra dan liyana. entah ada apa, hendra meminta pendeta untuk berhenti sebentar. Ia menarik tangan liyana berjalan meninggalkan altar dan berjalan kearahku. Semua tamu yang hadir pun ikut merasakan kebingungan. Perlahan, mereka berdua telah berdiri dihadapanku. Hendra mulai melepas genggaman tangannya pada liyana. aku lantas berdiri dan hendra meraih tanganku. Ia meraih tanganku dan tangan liyana. ia satukan tanganku untuk menggenggam tangan liyana. ia tersenyum. Hendra mulai membuka suara.

“kak yongdae, terimakasih sebelumnya kuucapkan padamu. Begitu banyak pengorbananmu untuk kami. Kau rela menderita kehilangan ibu demi melihatku bahagia berada dipelukan ibu. Walaupun kau hanya kakak tiriku, harus aku akui kebesaran hatimu sungguh tak bisa terbalaskan. Hari, izinkan aku, adikmu untuk membalas budimu yang pernah kau berikan untukku. Hari ini, hari ini adalah hari bahagiamu. Berbahagialah kakak. Aku mengerti bahwasannya liyana tak memiliki perasaan itu untukku. aku paham betul bahwa cinta takkan pernah bisa dipaksakan. Maka dari itu, kuserahkan liyana kepadamu. Kau yang lebih berhak untuk menikahinya. Kau benar, liyana tak memiliki rasa itu untukku sebagaimana ia menaruh rasa terhadapmu. Liyana hanyalah obsesiku selama ini. aku tak pernah menyadari bahwa ia tak mencintaiku. Aku merasa sangat menyesal telah memisahkan cinta kalian berdua. Untuk itulah, aku ingin kau gantikan aku untuk mengucapkan janji sehidup semati itu dihadapan tuhan. Ayolah kak, lakukan ini, demi aku. Aku ingin melihatmu bahagia, bersama liyana.” ujar hendra yang sejurus kemudian menyerahkan sebuah kotak cincin beludru berwarna merah menyala itu ke tanganku.

“sematkan cincin itu ke jari manis liyana. Menikahlah! Berjanjilah dihadapan tuhan yang maha kuasa bahwasannya kalian akan tetap saling mencinta hingga ajal menjemput. Kumohon, sekarang antarlah liyana berjalan kembali kealtar.” Ujar hendra yang melanjutkan ucapannya.

“adik, kau tak seharusnya melakukan ini untukku bukan? Aku ikhlas, aku telah merelakannya untuk kebahagiaanmu. Bagi seorang kakak, tak ada yang jauh lebih membahagiakan selain dapat membuat adiknya bahagia.” Ujarku yang menolak permintaan adikku.

“tidak! Untuk kali ini izinkan aku yang berkorban demi kebahagiaanmu. Ayolah, jangan membuang waktu, segera bawa liyana kealtar.” Pinta hendra sambil menggamit kedua tanganku.

                Kulihat semua tamu undangan telah diliputi keharuan yang mendalam. Dimana di dalam rumah tuhan ini, menjadi saksi bisu pengorbanan seorang hendra demi kebahagiaanku dan juga wanita yang ia cintai. Ia sepenuhnya sadar bahwa dengan begitu ia kehilangan cinta yang paling ia cintai, namun baginya tak ada yang jauh lebih menyedihkan daripada harus hidup bersama dengan orang yang ia cintai namun yang ia cintai tak menyambut gayung cintanya. Aku akhirnya mengiyakan keinginan hendra. Hendra tersenyum senang. Ia menggamit tanganku dan tangan liyana dan mengantarkan kami menuju altar kehadapan pendeta. Kuucapkan janji sehidup sematiku dihadapan tuhan yang mahakuasa serta disaksikan oleh para tamu undangan yang hadir dalam pemberkatan pernikahan ini. semenjak hari itu, nasibku berubah. Aku sekarang telah sah menjadi seorang WNI dan hidup bersama liyana. menjadi suami yang baik dan akan melindungi liyana dan mencintai segala kelebihan dan kekurangannya. Akan kubangun sebuah rumah tangga yang berfondasikan kepercayaan, beratapkan keadilan dan perlindungan serta dicat oleh warna warni cinta dan kasih sayang. Aku tak ingin melanggar sumpahku pada hendra, aku tak ingin mengecewakannya. Aku akan melindungi dan mencintai liyana sepanjang hidupku. Setelah pernikahanku dengan liyana, hendra, adikku akhirnya menemukan tambatan hatinya yang baru, sandiani. Saling mencinta, saling mengasihi layaknya aku dan liyana. dan dengan berakhirnya semua kesedihan dan kepedihan serta pengorbanan dimasa lalu, aku mengambil sebuah pelajaran berharga. dibalik sebuah pengorbanan selalu akan meninggalkan sebuah kisah manis diakhirnya. Kini aku telah bahagia. Di seoul, ayahku pun kini telah dengan tenang menikmati masa tuanya meskipun tanpa ditemani oleh istri atau anak, namun ia jauh lebih bahagia sekarang. Ia bahagia mendengarku bisa hidup bahagia disini, membangun rumah tanggaku sendiri. Aku, lee yongdae, dan seperti itulah akhir dari kisahku. Bahwasannya pelajaran yang perlu kalian ambil dari kisahku adalah, bahwa pengorbanan tak akan pernah mengkhianati, selamanya takkan pernah terjadi.


Jakarta, 01 februari 2015
Authorized by : amelia ulfa




Tidak ada komentar: