“jadi, apa kau akan benar-benar kembali ke korea dihari
pernikahanku?” tanya seorang gadis dengan suara parau-nya yang menyesakkan dada
bagi siapapun yang mendengarnya.
“tentu saja liyana, indonesia bukanlah rumahku. Aku tak
diterima dengan baik disini. Lagipula pernikahanmu dengan hendra tinggal
menghitung jam lagi kan?” tanyaku kepada gadis bernama liyana, satu-satunya
gadis indonesia yang mau menerima dan menampungku dirumah keluarganya di
indonesia.
“tapi... aku tak ingin menikah dengannya, aku tiada
sedikitpun mencintainya kakak. Bagaimanapun kau harus tetap disini, kau janji
kan? kau takkan pernah meninggalkanku, kau akan terus berada disampingku.” Isak
liyana sambil bersimpuh di kaki-ku.
Aku tak kuasa menahan haru. Satu
persatu air bening itu meluncur turun membasahi pipiku yang terduduk lemas di
kursi tamu rumah keluarga liyana. Air mata itu juga perlahan jatuh ke punggung
liyana yang bersimpuh di kaki-ku hingga membasahi punggungnya. Ya, bagaimanapun
juga aku harus kembali pulang ke seoul. Ini keputusanku. Aku tak ingin
berlama-lama disini, aku tak ingin mendengar fitnah yang telah dibuat oleh
orang-orang disini tentang aku dan liyana yang tidaklah bertalian darah namun
tinggal dalam satu atap. Aku bisa merasakan bagaimana muaknya dilecehi dan
dipandang sebelah mata disini. Oh iya, aku lee yong dae, dan inilah kisahku.
***********************
Namaku adalah lee yongdae. Aku
seorang pria korea yang lahir dari rahim seorang ibu berdarah indonesia dan
ayahku yang asli korea. Di korea, aku tak diterima sama sekali sebagai warga
negara korea. Ayah dan ibuku telah lama bercerai sejak umurku 2 tahun. Dari
yang kudengar dari ayahku, ibuku sekarang sudah pulang kembali ke indonesia dan
menikah lagi disana. Aku hanya tinggal bersama ayahku yang kini lebih sering
mengurung diri di kamar dan meratapi perpisahannya dengan ibu. Di korea, aku
tak diterima sama sekali sebagai warga negara karena dianggap aku bukanlah
keturunan murni orang korea karena lahir dari seorang ibu yang bukan
berkebangsaan korea, itulah sebabnya ayahku menyuruhku untuk pergi ke indonesia
agar aku bisa diakui sebagai warga negara indonesia sekaligus mencari
keberadaan ibuku disana.
Tepat 2 tahun yang lalu aku
menginjakkan kaki disebuah negeri khatulistiwa dimana surga dunia terletak
disana. Indonesia. Negeri yang sama sekali tak pernah kubayangkan sebelumnya.
Aku berangkat dari korea menuju indonesia dengan berbekal “gambling”. Aku tak bisa berbahasa inggris dengan baik, aku juga
bahkan tak bisa berbahasa indonesia yang notabene-nya adalah bahasa ibuku
sendiri. Ketika pesawat korean airlines dengan nomor penerbangan KG1198
mendarat di bandara soekarno-hatta, aku merasa cemas. Ya, cemas. Cemas
memikirkan cara bagaimana aku harus mencari ibuku setelah mendarat dari pesawat
ini sedangkan aku tak membawa uang yang cukup untuk bertahan lama disini serta
tak ada sanak saudara yang kukenal satupun. Sesampainya aku di indonesia aku
seakan tak memiliki arah tujuan untuk tinggal. Kudorong tas koperku keluar dari
terminal kedatangan luar negeri terminal 2A bandara soekarno hatta. Begitu
banya supir taksi disana yang menawarkanku agar aku menumpangi taksi mereka
sementara aku sedang dirundung kebingungan terhebat perihal kemana aku akan
pergi setelah ini. disini terlalu ramai, aku memandang sekitarku dan entah
darimana asalanya tiba tiba sebuah suzuki swift putih dengan plat B 9985 LLN
itu menabrak tubuhku dan aku bahkan sempat tak sadarkan diri hampir 9 jam.
Setelah aku sadarkan diri, kutemukan tubuhku terbaring disebuah kamar kelas 1
rumah sakit. Orang pertama yang kutemui bukanlah suster ataupun dokter,
melainkan seorang gadis manis dengan potongan rambut cepak dan kaos kelonggaran
yang begitu kebesaran ditubuhnya. Ia sadar bahwa aku sudah siuman. Aku terdiam.
Aku hanya terdiam sambil memandang wajahnya, mengagumi setiap inci keindahan
yang ada diwajahnya tanpa berpaling ataupun berkedip sedetikpun.
“kau sudah siuman rupanya, bagaimana keadaanmu?” tanya gadis
dihadapanku dengan sedikit menyunggingkan senyuman di bibirnya.
Aku hanya bisa diam. Aku tak
mengerti apa yang dia katakan. Aku tak mengerti bahasa indonesia. Sejujurnya
aku ingin mengatakan bahwa aku baik-baik saja, namun aku tak bisa berbicara
apapun. Yang bisa kulakukan hanya membuat tanda menggunakan ibu jari dan jari
telunjuk yang kubentuk menjadi bentuk lingkaran yang menandakan padanya bahwa
aku baik-baik saja.
“aaahhh... syukurlah kalau begitu. Apa kau bisa berbicara?”
tanya-nya kembali.
Aku bingung. Aku harus berbicara
apa. Berbekal dengan kemampuan english-ku yang buruk, kuberanikan diri untuk
berbicara.
“don’t worry, i’m okay. But i’m so sorry if i can’t
understand what you said, miss.” Ujarku terbata-bata.
Gadis itu sepertinya mengerti
kalau aku bukanlah orang indonesia. Perlahan, ia mencoba untuk berbicara
sedikit kepadaku.
“aahh... i’m happy to hear that. thank you god. So, you’re
not indonesian, aren’t you? So, where you come from? Japan? China? Taipei?
Korea?” tanya-nya dengan english yang lumayan bagus dan aku perlu waktu beberapa
menit untuk mencerna pertanyaannya.
“yes, i’m korean. I came from south korea. I went to
indonesia to meet my mother. I miss her terribly. But i dunno where she lives
now. Are you have to seen her before?” tanyaku pada gadis itu. Aku berharap dia
tau keberadaan ibuku.
“uuhhmm... i see. So you came from south korea to meet your
mother? How sweet! But i’m sorry, i didn’t know who she is. So, who’s your name
boy?” tanya-nya sambil mengulurkan tangannya kepadaku.
“lee yongdae, just call me yongdae. I’m just wanna meet my
mother. My mother is indonesian like you, miss.” Ucapku sambil memperkenalkan
nama dan tujuanku datang kesini.
“aahhh... yongdae. Ok, mr. Yongdae, my name is liliyana, so
just called me liyana. Really? Your mother, indonesian? Its hard to believe it.
Nice to meet you and i’m so sorry to got you in car accident at the afternoon.”
Ujarnya yang ternyata, dialah pemilik mobil suzuki swift putih berplat LLN yang
menabrakku tadi di bandara.
“never mind, miss. Thank you for your help.” Ujarku singkat.
Wajah liyana memerah karena
sesal. Namun bagiku, itu sebuah pemandangan yang indah. Dia begitu cantik.
Benar kata ayah, ternyata gadis-gadis indonesia memang cantik, sangat alami
sekali. Aku mengerti mengapa ayah bisa sampai jatuh hati pada ibuku karena
ibuku wanita indonesia dan dia memang cantik. Aku terpaku memandangi wajahnya.
Namun sepertinya ia sadar bahwa aku terlalu lama memandang wajahnya dan mulai
terlihat salah tingkah dibuatnya.
“whats wrong mr. Yongdae? Why you’re looking at me like
that? Have an something wrong?” tanya-nya.
“uhhmmm... no. You’re looks so beautiful, miss. Really
beautiful. I remember what my father says, he’s said if indonesian women are
beautiful, cause my mother are beatiful too as an indonesian women.” Ucapku sambil
tersenyum kecil.
“aahhh... thank you for your appreciation. But, you said if
your mother is indonesian? So why you didn’t speak in indonesian? Indonesian is
your mother language, right?” tanya-nya yang mungkin heran mengapa aku tak bisa
berbahasa indonesia.
“aahhh... its a long story. My mother leaving me and my
father when i’m 2 years old. I forgot how her face like. But i still have her
picture. i’m good in korean only. I haven’t any family or friends in here. I
didn’t know where i’ll go to after that.” Ucapku dengan nada putus asa. Ya, aku
bingung, hendak kemana lagi aku setelah ini.
“uuhhmmm... if you don’t mind, you can stay at my home for a
time till you can find your mother, how about you? Wanna?” tawar liyana yang
mengajakku untuk tinggal bersamanya untuk beberapa lama sampai aku bisa bertemu
ibu-ku.
“okay, sounds good. Thank you very much miss, you’re like an
angel. You have an angel hearts.” Ucapku sambil mencium telapak tangannya
sambil berterimakasih tanpa henti.
Setelah menebus semua
administrasi di rumah sakit tersebut, liyana mengajakku pulang ke rumahnya. Ia
menyuruhku untuk cepat masuk ke dalam mobil sementara ia menyuruh adiknya untuk
mengangkut koperku ke dalam bagasi mobilnya. Mobil tersebut perlahan bergerak
menjauh dari parkiran rumah sakit dan akan membawaku kerumah liyana. Aku duduk
di jok belakang mobil liyana sedangkan liyana duduk di jok depan berdampingan
dengan adiknya yang mengemudikan mobil. Adiknya liyana sepertinya heran,
mengapa kakaknya berani membawa seorang WNA yang tak ia kenal sebelumnya
kerumahnya dan mengizinkan untuk tinggal bersama.
“kakak, mengapa kau izinkan dia tinggal dirumah kita?” tanya
adik lelaki liyana yang kelihatannya sangat mencurigai-ku.
“aku tadi sudah mengatakannya bukan? Aku tak tega melihatnya
luntang lantung tak tentu arah hendak kemana ia pergi. Ia juga kesini untuk
mencari ibunya yang telah lama meninggalkannya, aku merasa kasihan padanya.
Jadi aku putuskan untuk membantunya mencari ibunya disini. Oh iya, mr. Yongdae,
let me introduce my lil’ brother to you. His name is tontowi. Just called him
owi.
“hello, i’m lee yongdae, nice to meet you.” Ucapku sambil
tersenyum.
“aahhh... i’m owi. Nice to meet you too mr. Yongdae.” Ujar
owi sambil tersenyum simpul.
Kami sudah sampai dirumah liyana.
Liyana tinggal bersama ayah, ibu dan adik lelakinya tontowi. Sesampainya di
rumah liyana, aku disambut hangat oleh kedua orang tua liyana yang sangat ramah
itu. Owi mengantarkanku ke sebuah kamar tamu yang bersebelahan dengan kamarnya
di lantai 2. Aahhh... kurasa aku memang cukup beruntung. Aku diterima dengan
baik disini. Awalnya tetangga dan juga ketua RT dilingkungan rumah liyana
sempat mencurigai-ku, namun seiring berjalannya waktu, mereka bisa menerimaku
namun tak sedikit pula yang tak menyukai keberadaanku disini.
*************************
Hari demi hari, liyana mencoba
mengajariku bahasa indonesia sampai aku terbiasa dengan ucapan dalam kalimat
bahasa indonesia yang paling dasar seperti “selamat pagi, apa kabar, dan
baik-baik saja.” owi-pun demikian. Tapi perbedaannya owi mengajariku bahasa
indonesia yang lebih gaul seperti penggunaan kata “lo, gue, bokap, nyokap,
yoii” dan segala macam bahasa gaul lainnya. Liyana sendiri bekerja sebagai
script writer di sebuah perusahaan rumah produksi, sedangkan tontowi baru saja
menyelesaikan beasiswa SMA plus-nya di vienna, austria. Liyana memiliki seorang
sahabat lelaki bernama hendra. Ya, dia tampan dan kelihatan cerdas. Dia rekan
kerja liyana di rumah produksi. Aku sering melihat hendra datang kerumah liyana
setiap weekend ataupun mengantarnya pulang kerumah. Sebagai pria normal dan
sangat mengagumi liyana, ada terbesit rasa cemburu saat melihat mereka berdua.
Meski tidak terlalu intim, namun sangat dekat jarak diantara keduanya. Saat
waktu senggang, aku pernah bertanya kepada liyana soal kedekatannya dengan
hendra.
“liyana... boleh aku bertanya?”
“aahhh... tentu saja kak. Apa yang ingin kau tanyakan?”
tanya liyana yang memanggilku dengan sebutan “kakak” karena usia kami yang
berbeda 3 tahun.
“kau dan hendra selalu bersama setiap hari, apa kau
mencintainya?” tanyaku hati-hati. Aku takut liyana tersinggung.
“tidak, aku tak memiliki perasaan apapun padanya. Kau bukan
orang pertama yang bertanya hal demikian kak dae, banyak teman temanku yang bertanya
demikian. Meski kelihatannya kami dekat, namun aku tak merasakan apapun saat
bersamanya. Perasaan itu sangat sulit untuk ditebak.” Ucap liyana sambil
tersenyum menjawab pertanyaanku.
“uuhhmm... liyana?” tanyaku ragu-ragu.
“iya, ada apa lagi kak?” tanya-nya sambil menghentikan
kegiatannya sejenak.
“aku ingin bertanya satu hal lagi, bolehkah?” tanyaku dengan
hati-hati.
“aaahhh... tentu, apapun yang ingin kau tanyakan, tanyakan
saja.” ujarnya.
“uuuhhhmm... apa kau menyukai seseorang.” Tanyaku lagi.
“ya, tentu. Aku sedang mencintai seseorang. Seseorang yang
sangat dekat denganku.” Ucapnya singkat sambil kembali melanjutkan menulis
naskah.
“apa aku boleh tau siapa dia?”
“kau!” ucapnya mantap sambil kembali memijit-mijit tuts
keyboard laptopnya.
“you gotta be kidding me?” tanyaku memastikan. Aku tau
terkadang liyana sangat suka mengerjaiku.
“no! i’m seriuosly to say that, yongdae oppa” ucap liyana
yang kemudian berdiri dan memelukku dari belakang.
Liyana sepertinya sungguh-sungguh
mengatakannya. Ia memeluk tubuhku dari belakang. Perlahan ia mulai merosotkan
kepalanya di bahuku. Matanya terpejam untuk beberapa saat. Aku bisa merasakan
hangat nafasnya dileherku yang membuatku menggigil geli. Perlahan ia
membisikkan kata-kata ditelingaku.
“kak, aku sungguh mencintaimu. Aku ingin bersamamu dalam
waktu yang lebih lama lagi. Aku ingin berbagi suka-duka ku denganmu. Aku ingin
menjadi pengisi ruang hatimu. Aku ingin menjadi ibu dari anak-anakmu. Aku ingin
menjadi menantu terbaik untuk kedua orangtua-mu. Bagaimana lagi caranya agar
kau bisa bersamaku?”
“aku mencintaimu juga liyana.” ujarku mantap. Kuputar tubuh
liyana menghadap ke depanku dan kupeluk tubuhnya erat. Erat sekali. Seperti
merasakan pelukan ibuku.
Hubungan kami semakin lama
semakin intim. Aku sering menemaninya untuk mengetik naskah bahkan hingga larut
malam. Dia bekerja sangat keras sedangkan aku tak dapat melakukan apa-apa
disini. Terkadang, aku sering mencuri kesempatan untuk melihatnya ke kamar dan
menemukannya sedang tertidur didepan laptopnya. Aahhh... kasihan dia, dikejar
deadline adalah makanan sehari-harinya. Aku dikejutkan oleh sebuah ringtone
pesan masuk di smartphone liyana. kulihat siapa pengirimnya. Hendra. Ya,
kulihat pesan dari hendra dan seketika aku merasa sakit luar biasa saat membaca
pesan tersebut. Aku lemas.
“liyana, besok aku dan keluargaku akan datang kerumahmu
untuk melamarmu. Jangan lupa untuk tidak tidur larut malam sebab aku ingin
melihatmu terlihat segar seperti bunga yang baru mekar besok. G’night liyana.
love you :* “ –hendra-
Liyana
ternyata merahasiakan sesuatu dariku. Dia ternyata lebih mencintai hendra
daripada aku. Lemas rasanya seluruh persendianku. Mengapa wanita bisa dengan
mudahnya berbohong dan memalingkan perasaan mereka dari satu pria ke pria lain?
Dia pernah bilang kalau ia tak sedikitpun mencintai hendra, namun kenyataan
apalagi ini? justru hendra malah akan melamarnya besok. Liyana, sudah tak
berhargakah aku? Apakah karena aku bukan orang indonesia dan asal usulku tak
diketahui dengan jelas maka kau berpaling mencintai yang lain? Atau, apakah ada
orang-orang yang menekanmu sehingga kau memaksakan untuk mencintai orang yang
jelas jelas tak kau cintai? Rasanya seperti ada sebuah palu godam raksasa yang
menghantam tepat ke hatiku. Rasanya sakit. Tuhan, apakah ini yang namanya sakit
karena mencinta? Aku seperti merasa menjadi lelaki paling lemah. Benar, lelaki
tak pernah berdaya jika menyangkut masalah wanita. Aku kembali kekamarku dan
mulai memejamkan mataku. Semoga saja aku Cuma bermimpi. Semoga saja itu semua
hanya lelucon.
*************************
Sinar
mentari perlahan menerobos masuk ke ruang kamarku melalui jendela. Perlahan
mataku mulai terbuka, kudengar suara gaduh dari lantai bawah. Sepertinya
dibawah sedang ada kesibukan. Aku berjalan menelusuri anak tangga dan menemukan
keluarga liyana sedang menyiapkan makanan untuk jamuan. Aku sendiri melihat
liyana yang terduduk lesu di kursi tamu dengan memakai dress cantik berwarna
putih gading. Wajahnya nampak resah. Aku bisa melihatnya dari air mukanya.
Namun lagi-lagi lamunanku dibuyarkan oleh suara deru mesin mobil yang memasuki
pelataran rumah liyana. kedua orang tua liyana yang mengetahui kedatangan
seseorang tersebut langsung menyambut di ambang pintu. Ternyata, orang yang
disambut oleh keluarga liyana adalah hendra dan keluarganya. Jadi benar, pesan
semalam memang sungguh dikirimkan oleh hendra dan itu bukanlah sebuah lelucon
ataupun halusinasi-ku. Hendra datang bersama keluarganya. Ada ayah dan ibunya.
Karena posisiku yang berada di dekat ambang pintu, mau tak mau aku harus ikut
menyambut kedatangan keluarga hendra. Saat memberi salam pada ibunya hendra,
aku seperti merasa tak asing dengan wanita ini. entah mengapa, aku seperti
merasa sedang bercermin saat memandang kedua bola mata wanita paruh baya
tersebut. Wanita paruh baya itu seperti merasakan apa yang aku rasakan, namun
hal itu tak berlangsung lama. Aku yakin sekali sepertinya aku pernah melihat
rupa wanita paruh baya ini, dia sepertinya tak asing di indera penglihatanku.
Kami semua duduk berkumpul di ruang tamu dan keluarga hendra pun menyatakan
maksud dan tujuannya untuk datang kemari. Benar, hendra benar benar ingin
melamar liyana untuk menjadi istrinya. Saat ditanya apakah liyana menerima
lamaran hendra, aku berharap agar liyana bisa mempertimbangkannya kembali dan
menolak hendra, namun apa yang kuharapkan ternyata tak sesuai dengan inginku.
Liyana hanya bisa mengangguk lemah dalam keadaan yang tak menguntungkan
baginya. Tak kutemukan raut wajah bahagia dari wajahnya.hanya ada kegetiran yang
kulihat disana. Sepertinya ia tertekan. Semua nampaknya bahagia dengan
keputusan ini, namun tidak dengan liyana. tanggal pernikahan telah disepakati
dan semua akan diurus oleh pihak keluarga hendra. Setelah semua telah
dibicarakan, keluarga hendra pamit untuk pulang. Liyana kembali ke kamarnya
sambil sesekali terisak. Aku tak mengerti mengapa. Mungkin dia sangat tertekan
dengan keputusan ini. tapi bukankah liyana mencintai hendra? Lantas jika ia tak
mencintai hendra mengapa ia terlihat sangat tertekan seperti itu? Aku mengikuti
liyana kekamarnya dan menemukan liyana yang makin pecah tangisnya. Aku mengelus
lembut punggung gadis itu dan memeluknya. Dia membalas pelukanku dengan erat.
Ia menumpahkan semua airmatanya di pelukanku.
“kak, maafkan aku...” tangis liyana yang memecah keheningan
dikamarnya.
“maaf untuk apa liyana? bukankah sebentar lagi kau akan
menikah? Mengapa kau menangis seperti ini? harusnya kau bahagia bukan, kau akan
menjadi istri dari rekan kerjamu sendiri.” Balasku dengan penuh ketegaran, namun
sejujurnya akupun merasakan lara tiada tara.
“maaf karena aku mengkhianati cintamu kak. Maaf karena
selama ini aku tak pernah jujur padamu. Aku minta maaf untuk segalanya.”
isaknya yang makin menjadi.
“apa maksudmu? Ceritakanlah semuanya agar aku mengerti
liyana.” bujuk-ku agar liyana mau menceritakan apa yang sebetulnya terjadi.
“menikah dengan hendra bukanlah keinginanku, menerima
pinangan hendra bukanlah perkara yang mudah. Aku mungkin bisa saja menolaknya
mentah mentah. Namun harus kau tau satu hal, aku pernah mengutarakan pada ayah
kalau aku hanya mencintaimu dan ingin menikah denganmu. Tapi apa yang ayah
katakan? Ia tak ingin mengambilmu sebagai menantunya karena kau bukanlah orang
indonesia, asal usulmu tak jelas. Kau tak punya pekerjaan yang jelas, lalu ayah
juga mengatakan kalau setelah aku menikah nanti kau harus kembali pulang ke
negara asalmu. Ayah sebetulnya ingin mengatakan itu padamu, namun ia takut
melukai perasaanmu. Jadi ia menyuruhku untuk membicarakan ini padamu.” Aku
liyana yang menjelaskan detil dari semua kejadian ini.
Ya, aku
tak bisa menyalahkan siapa-siapa. Aku juga tak bisa menyalahkan ayah liyana.
aku memang bukan orang indonesia, mereka tak tau asal-usulku. Terang saja kalau
mereka malu jika harus memiliki menantu sepertiku.
“ayah juga bilang, ia sudah tidak tahan mendengar cemoohan
dari tetangga perihal dirimu yang tak bertalian darah dengan kami, berbeda
negara dengan kami, namun diterima untuk tinggal bersama untuk waktu yang cukup
lama. Pastinya kau sendiri juga tau kan kak kalau banyak yang tidak menyukai
kehadiranmu disini?” tanya liyana yang menatap mataku begitu dalam. Seperti
ingin mencari jawaban atas pertanyaannya.
“yah, aku tau hal itu liyana. maaf jika aku menyusahkan
keluargamu dan membuat kelurgamu malu karena gunjingan orang orang tentangku.
Aku rasa sepertinya sudah 2 tahun aku membuat kalian susah. Lagipula aku merasa
sudah menyerah untuk mencari ibuku. Mungkin ia memang sudah tak ingin melihatku
lagi, mungkin ia memang tak menginginkanku, makanya kami tak bisa diberi
kesempatan untuk bertemu. Mungkin ibuku tidak berada di jakarta. Mungkin ibu
tinggal dikota lain di negara ini.” jawabku sambil tersenyum getir.
“tidak! Kau baru saja bertemu ibumu tanpa kau sadari. Kak,
maaf aku harus berbohong lagi untuk yang kedua kalinya padamu. Sebenarnya,
ibumu itu adalah ibunya hendra. Ya... ibunya hendra dalah orang yang kau cari
selama ini. hendra sendiri yang mengatakan padaku bahwa ibunya dulu pernah
menikah dengan lelaki korea dan melahirkan seorang anak laki-laki disana. Namun
saat itu ibunya bercerai dari suami pertamanya dan kembali pulang ke indonesia
untuk menikah lagi. Menikah dengan ayahnya hendra. Aku terkejut mendengar itu
semua. hendra juga pernah mengatakan bahwa anak lelaki ibunya bernama yongdae.
Namun sepertinya ibumu belum menyadari kehadiranmu ditengah tengah kita, kak.”
Ujar liyana yang mengakui sebuah kebenaran yang membuat mataku terbelalak dan dan
tak percaya dengan itu semua.
“kau bercanda! Ibunya hendra adalah ibuku? Bagaimana
mungkin?” tanyaku yang tak percaya.
“itulah kenyataannya kak, aku telah memberitau hendra soal
dirimu yang sesungguhnya. Rencananya, aku dan hendra akan mebawamu untuk pergi
menemui ibumu. Kau datang kesini untuk mencari ibumu bukan?” tanya liyana.
“aku sangat tidak bisa mempercayainya. Itu artinya hendra
adalah adik tiriku?” tanyaku untuk meyakinkan pernyataan liyana.
“iya, hendra adalah adikmu. Jika ada waktu, aku akan
membawamu kerumah hendra untuk mempertemukanmu dengan ibu kandungmu.” Jawab
liyana dengan mantap.
Susah
bagiku untuk mempercayainya. Faktanya bahwa aku adalah kakak tiri seorang
hendra dan, fakta yang paling menyakitkan adalah aku harus mengorbankan
cintaku, perasaanku, demi seseorang. Demi kebahagiaan adikku. Terkadang itulah
yang terjadi, kenyataan memang tak pernah bisa ditebak. Hidup adalah layaknya
sebuah permainan sirkus yang penuh dengan trik dan kejutan yang tak terduga. Ah
ibu, mengapa? Mengapa aku harus merasakan sakit yang luar biasa ini? apakah aku
tak layak untuk bahagia? Aku sudah pernah merasakan kepedihan bagaimana rasanya
kehilangan dirimu diusia yang masih teramat sangat kecil, tapi kenapa saat aku
mulai merasakan kebahagian, kau malah datang membawa duka yang lain untukku?
Tak pantaskah aku untuk hidup bahagia? Apakah kini kau senang melihatku yang
hidup dalam kegelapan tanpa kasih sayang dan bimbingan darimu? Ibu, mengapa
kenyataan ini begitu pahit dan menyakitkan? Kau merajut kembali hidupmu menjadi
jauh lebih bahagia dan mengorbankanku demi meraih kebahagiaanmu sendiri? Begitu
egoiskah dirimu? Jika saja kau memang ibu kandungku, kau pasti akan
mengenaliku, meskipun kita tak pernah lagi bertemu untuk waktu yang lama. Ibu,
kemana naluri keibuanmu? Aku semakin tak kuasa menahan tangis dengan semua
kenyataan yang ada. Ya, aku memang sangat rapuh. Ingin rasanya aku meminta pada
tuhan agar aku tak usah saja diciptakan ke dunia ini. ingin rasanya aku
melenyapkan diri dari sini. Aku kembali ke kamarku dan memandang kembali sebuah
foto lusuh yang selalu kusimpan di dompetku. Ibu, masihkah kau memiliki kasih
sayang itu untuk aku, anakmu? Jika kau memang masih memiliki kasih sayang
seorang ibu, mengapa saat kita bertemu tadi kau tak berlari memelukku dan
mencium keningku? Apakah ingatanmu tentangku telah lenyap? Air mata ini selalu
teriring bersama doa yang kupanjatkan kepada tuhan agar aku bisa bertemu
kembali denganmu. Ibu, aku bukanlah lelaki yang tegar. Aku rapuh tanpamu. Aku
tumbuh dan hidup dalam nestapa dan kegelapan. Aku masih menangis sambil
memandang foto ibu dengan keharuan yang semakin meluap. Kubiarkan airmata ini
jatuh sampai aku tak bisa lagi menangis dan mataku mulai terlelap dalam buaian
haru dan airmata rindu.
*************************
Setelah
hari itu, aku tak ingin melakukan apapun, aku tak ingin makan, bahkan aku hanya
bisa terdiam dikamar dan sesekali airmataku keluar tanpa dikomando. Pikiranku
kacau, batinku serasa mati. Keluarga liyana bahkan telah sering memanggil
psikiater kerumah untuk memeriksaku. Katanya, aku mengalami depresi akut. Persetan
soal depresi akut! Kalian semua bukan yang telah membuatku menjadi seperti ini?
mungkin jika aku diberi pilihan antara bertahan hidup atau mati, aku jauh lebih
memilih untuk mati daripada hidup tanpa arah dan tujuan, luntang-lantung
sendiri tanpa ada yang memperhatikan seperti ini. hidup seperti ini jauh lebih
buruk daripada meninggalkan dunia fana ini. ibu, jika sekarang kau lihat
keadaanku kini, apakah sekarang kau akan senang? Kau pasti senang bukan, aku
perlahan sedikit demi sedikit akan hancur dan membusuk menjadi bangkai
sedangkan kau akan menikmati melihat anakmu yang lain menikah dan memberimu
seorang cucu segera mungkin? Keadaanku makin lama makin memburuk! Bagus! Aku
suka mendengar hal itu, besok besok kabar apalagi yang akan kudengar soal
perkembangan kejiwaanku? Aku serasa mati rasa. Aku sudah tak merasakan apapun
lagi. Lapar, sedih, bahagia, tertawa, menangis dan segala sesuatu sudah tak
lagi bisa kurasakan. Mungkin tak menutup kemungkinan pula jika esok aku bahkan
tak bisa merasakan jantungku berdetak, aku tak bisa lagi merasakan rasanya
bernafas dan menghirup udara bebas.
Entah sudah berapa lama aku menjadi seperti
ini. keluarga liyana pun mungkin sudah tak punya harapan lagi untuk
kesembuhanku. Namun sepertinya, hanya liyana yang berharap agar aku bisa tetap
terus bertahan hidup. Hari itu, aku melihat liyana masuk kekamarku sambil
membawa seorang wanita paruh baya. Yaa.... wanita itu! Wanita itulah orang yang
selama ini aku cari! Orang yang dengan teganya pergi meninggalkanku sendirian
didalam kelamnya kehidupan yang menyedihkan ini. huh? Ternyata ia masih punya
hati untuk datang melihatku? Oh... wahai kau wanita paruh baya, apa kini kau
sadar bahwa aku adalah orang yang sangat berharga yang dulu pernah kau kandung
dan kau lahirkan ke dunia ini? ia menatapku lama, melihat semua yang ada pada
diriku secara detil hingga kedua bola mata kami bertemu. Tidak, mata itu.
Kenapa kau wariskan sebentuk tatapan mata yang sama seperti itu padaku?
Mengapa? Mengapa? Aku bisa melihatnya dari kedua bola matamu. Aku melihat
bagaimana kau bertemu dan menikah dengan ayahku. Aku juga bisa melihatmu ketika
berpisah dengan ayahku, bagaimana kau meninggalkanku tanpa perasaan bersalah.
Melihatmu kembali kenegaramu dan merajut rumah tanggamu yang baru dan
melahirkan anakmu yang bernama hendra. Aku bisa lihat itu semua dikedua bola
matamu. Mata adalah jendela hati. Dari matamu-lah aku bisa melihat apa yang ada
dihatimu. Perlahan matamu mulai berkaca kaca, setetes air bening mulai melesak
keluar dari pelupuk matamu. Kau memelukku erat. Kau mencium keningku dan
menenggelamkanku dalam pelukanmu. Pelukan yang selama ini sangat kurindukan dan
tak pernah kudapatkan dari orang lain bahkan ayahku sekalipun. Rasanya begitu
hangat dan menenangkan, seperti ada suatu ikatan yang kembali terajut diantara
kami. Ibu... mengapa kau baru datang hari ini, saat aku sudah lelah mencari
beberapa tahun di negeri orang. Bibirmu bergetar hebat saat kau ucap namaku.
Sebuah nama yang dulu kau rangkai dengan indah untuk kemudian menjadi namaku
hingga detik ini.
“lee yongdae, kau kah itu nak?” tanya ibuku tak percaya saat
melihatku dalam keadaan yang mengenaskan seperti ini.
“ya, aku yongdae, aku mencari ibuku... aku hanya ingin
mencari kebahagianku kesini. Merantau jauh dari negara asalku demi bertemu
malaikat tak bersayapku.” Ujarku dengan tatapan kosong tanpa ekspresi serta
harapan.
“sudahilah pencarianmu nak, malaikatmu kini telah berada
disisi-mu.” Jawabnya sambil memelukku erat. Ibu... ibu... itukah kau? Seperti
inikah rasanya hangat pelukanmu?
“tapi mengapa? Mengapa kau dengan biadabnya meninggalkanku
yang masih kecil tak berdaya ke dalam jurang nestapa, sedangkan kau berusaha
kabur, melarikan diri dari jurang itu dan berlari meraih puncak kebahagian
tanpa aku? Aku telah berteriak sekuat tenaga untuk memanggil namamu, tapi kau
seolah tak mendengar. Kau acuh tak acuh padaku. Ibu, Jika aku bukan sumber
kebahagiaanmu, mengapa kau melahirkanku kedunia ini? jawab aku ibu!?” jeritku
meminta penjelasan wanita paruh baya itu.
“maafkan ibu nak, maaf. Ibu mungkin memang bukan ibu yang
baik untukmu. Terkutuklah aku untuk segala dosa yang pernah kuperbuat padamu
nak. Ibu meninggalkanmu karena ibu sudah tak tahan lagi dengan kehidupan
disana. Ibu seperti tak dihargai disana, ibu selalu dipandang sebelah mata, ibu
tak kuasa untuk menanggung itu semua.” ucapnya sambil terisak dalam sendu yang
mengharu biru.
“kau bilang kau tak kuasa untuk menanggung itu semua. apakah
kau tak mau bertanya padaku, apa kabar aku yang terlahir seperti ini. masa
kecilku penuh dengan bully, aku dikucilkan, mereka memandangku remeh. Jika
dibandingkan, cobaan yang kau terima tidaklah seberapa dengan yang kurasakan
selama ini. mengapa ibu? Mengapa kau pergi meninggalkanku dan ayah dan
membangun sendiri keluarga idamanmu tanpa kami dalam kehidupanmu? Apakah kami
hanyalah beban untukmu?” tanyaku yang tak terima dengan alasan klasiknya.
“nak, jika kesalahan ibu terlalu besar untukmu, ibu rela ke
neraka demi menebus kesalahan kesalahan yang pernah ibu lakukan terhadap
kalian. Namun, untuk kali ini saja, ibu meminta kelapangan hati dan jiwa
pemaafmu atas segala dosa dosa yang pernah ibu lakukan.” Ujarnya sambil
bersimpuh dikaki-ku.
Aku
terdiam. Jujur, sebagai anak yang pernah terbuang, masih ada api dendam dalam
dadaku. Namun, bagaimanapun ia tetap ibuku. Tanpanya, mungkin aku tak bisa
seperti ini sekarang. Aku diam seribu bahasa. Kulihat liyana yang menangis haru
melihat pertemuan antara ibu dan anak yang terpisah oleh kekejaman ego dan
waktu. Perlahan, kusejajarkan tinggi tubuhku dengan tubuh ibuku yang sedang
bersimpuh di kaki-ku. Kubangunkan dia dan kupeluk dia seerat mungkin. Aku
mungkin dendam padanya, namun aku tak bisa untuk membencinya. Dia tetaplah
malaikat tak bersayapku, yang melantunkan nyanyian surga di telingaku. Akulah
separuh jiwanya. aku peluk dia erat, aku tak ingin ia pergi lagi. Aku sudah
cukup banyak merasakan pedihnya kehilangan orang orang yang kusayangi dimasa lampau.
“ibu, maukah kau ikut kembali denganku. Kita akan kembali ke
korea dan pulang kerumah bertemu ayah. Ayah sudah menanti kepulanganmu. Setiap
hari ia tak pernah lelah menunggumu di ambang pintu. Ayo ibu, kembalilah
bersamaku ke seoul.” Pintaku pada ibu yang disambut gelengan kepalanya.
“tidak bisa nak, ibu sudah memiliki keluarga disini, ibu
punya tanggung jawab disini.” Jawab ibuku dengan nada getir.
“ayolah ibu... kembalilah bersamaku. Aku janji jika kau ikut
kembali bersamaku, aku akan jadi anak yang baik. Aku akan turuti semua
perintahmu.” Pintaku kembali padanya agar ia mau ikut bersamaku.
“tidak nak. Ibu tidak bisa lakukan itu. Jika kau ingin,
tinggalah bersama ibu. Ibu akan merawatmu disini. Disini kau juga tak akan
kesepian karena kau memiliki adik. Hendra adalah adikmu, dan sebentar lagi
liyana akan jadi adik iparmu.” Jawab ibuku sambil mencengkram bahuku erat.
“tidak! Dia bukan adikku. Aku anak tunggalmu. Hanya aku yang
boleh kau sayangi. Aku juga tak terima jika hendra menjadi suami liyana. aku
yang lebih dahulu menyukainya. Liyana tak mencintai hendra, liyana hanya
mencintaiku seorang.” elak-ku sambil meninggikan intonasi suaraku.
“yongdae!!! Jaga ucapanmu. Liyana sebentar lagi akan menjadi
istri adik tirimu. Hendra mencintai liyana, dan liyana pun sebaliknya. Aku
menginginkan yang lebih baik untukmu nak.” Jawab ibuku dengan tegas.
“jadi, liyana bukan yang terbaik untukku? Ibu, mengapa tak
kau tanyakan langsung pada liyana, siapa yang ia cintai? Cinta itu perlu timbali
balik! Jika hanya salah satu yang mencintai, itu bukan cinta namanya! Itu hanya
sebuah obsesi! Liyana tak mencintai hendra. Namun hendra mencintai liyana. apa
itu namanya? Liyana hanyalah obsesi seorang hendra semata.” pekik-ku yang
kuharap membuat ibuku percaya.
“ini keputusanku nak! Tolong jangan kau ganggu kebahagiaan
adik tirimu. Aku juga pasti ingin yang terbaik untukmu, dan aku tau siapa yang
terbaik untukmu. Namun itu akan kita ketahui seiring berjalannya waktu. Ibu
permisi untuk pulang.” Ujarnya sambil mengambil tasnya dan berlalu dari
kamarku.
Ibu... lagi dan lagi, kau
merampas semua kebahagiaanku. Mengapa? Ada apa denganmu? Mengapa setelah kau
berpisah dengan ayah kau menjadi orang yang begitu egois? Jika kau seorang ibu,
kau seorang wanita, pasti kau mengerti apa yang dirasakan calon menantumu. Aku
mungkin juga egois, namun faktanya aku dan liyana saling mencintai.
********************************
setelah pertemuanku dengan ibu
beberapa waktu silam, kejiwaanku sudah mulai pulih meskipun tak seutuhnya.
Besok adalah hari pernikahan liyana dan hendra. Liyana... kulihat wajahnya yang
makin hari makin murung. Tak ada cahaya yang memancar dari dalam dirinya.
Bukankah seharusnya calon pengantin itu berbahagia karena sebentar lagi akan
dipersatukan dalam janji suci sehidup semati? Aku sudah putuskan untuk pulang
kembali ke korea. Kukemasi semua pakaian dan barang barangku. Liyana
memperhatikanku yang sibuk mengemasi barang barangku. Aku berfikir bahwa lebih
baik jika aku aku secepatnya pergi ke seoul sebelum pernikahan liyana dan
hendra esok hari? Ya, tekadku telah bulat. Ini keputusan finalku. Aku sudah
cukup lama tinggal di indonesia. Kupikir sudah cukup untuk mengakhiri
petualanganku untuk menemukan ibuku. Awalnya aku ke indonesia hanya untuk
bertemu ibuku kan? Bukan untuk jatuh cinta dan menikah dengan gadis indonesia
juga. Liyana berjalan mendekatiku dan mengajakku untuk berbincang di ruang
tamu.
“jadi, apa kau akan benar-benar kembali ke korea dihari
pernikahanku?” tanya liyana dengan suara parau-nya yang menyesakkan dada bagi
siapapun yang mendengarnya.
“tentu saja liyana, indonesia bukanlah rumahku. Aku tak
diterima dengan baik disini. Lagipula pernikahanmu dengan hendra tinggal
menghitung jam lagi kan?” tanyaku padanya.
“tapi... aku tak ingin menikah dengannya, aku tiada
sedikitpun mencintainya kakak. Bagaimanapun kau harus tetap disini, kau janji
kan? kau takkan pernah meninggalkanku, kau akan terus berada disampingku.” Isak
liyana sambil bersimpuh di kaki-ku.
“liyana, jalanilah hidupmu. Ini jalan hidupmu. Mungkin
hendra adalah jodoh yang telah digariskan tuhan untukmu. Meskipun kau tak
mencintainya sekarang, namun cobalah untuk menerima segala kelebihan dan
kekurangannya, maka dengan itu kau perlahan bisa mencintainya. Tersenyumlah,
besok kau akan jadi pengantin tercantik yang akan dilihat oleh hendra.” Hiburku
padanya. Meskipun rasanya sangat menyakitkan saat mengatakan hal itu.
“baiklah kakak. Aku akan mendengar semua nasehatmu. Namun
satu hal yang harus kau tau, tak selamanya cinta itu bersama, tak selamanya
cinta itu harus saling memiliki. Cinta adalah sebuah keikhlasan, keikhlasan
dalam menerima segala lebih dan kurang masing masing insan. Mungkin ragaku
hanya milik hendra, namun hatiku akan tetap selalu menjadi milikmu.” Ujarnya
sambil memelukku erat.
******************************
Haripun
berganti, dan hari ini adalah hari pernikahan liyana dan hendra. Aku tak
diperbolehkan untuk pulang oleh keluarga liyana. mau tak mau hari ini aku akan
mencoba sekuat hati untuk menahan rasa sakit itu. Sebuah setelan jas warna
hitam elegan membalut tubuhku yang atletis. Setelah selesai berpakaian, aku
berjalan keluar kamar dan melihat liyana yang sedang didandani oleh perias
pengantin. Liyana... dia sangat cantik hari ini. gaun putih itu membalut
tubuhnya yang indah. Dia terlihat sempurna. Sangat cantik dan memikat. Dia
benar-benar menjelma menjadi pengantin tercantik. Namun aku masih menemukan
kemuraman wajahnya. Ia menyadari kehadiranku yang sedari tadi memperhatikannya
saat di dandani. Ia tersenyum getir kearahku dan menyuruhku untuk duduk
disampingnya.
“kakak... apakah aku sudah kelihatan cantik hari ini?” tanya
liyana dengan sedikit keraguan.
“tentu! Kau selalu tampak cantik setiap hari. Kau pengantin
tercantik dan buatlah mereka semua iri kepada hendra karena dapat mempersunting
gadis secantik dirimu.” Ucapku sambil membelai lembut kedua pipinya yang merona
akibat blush on.
“kakak, apakah kau bisa merelakanku?” tanya liyana. suaranya
seakan tercekat dikerongkongannya.
“aku harus merelakanmu liyana. aku harus merelakanmu,
merelakan kebahagiaanku demi seseorang. Demi kebahagiaan adik tiriku. Itulah
pengorbanan seorang kakak, liyana. seorang kakak dianugerahi kebesaran hati
untuk merelakan, untuk mengalah demi kebahagiaan adiknya. Aku telah mempelajari
hal itu sejak lama. Bagaimanapun juga, aku tak ingin menjadi orang yang egois
liyana. aku berfikir bahwa kebahagiaan adikku adalah segalanya untukku. Jika
kau menjadi diriku saat ini, kau pasti akan melakukan hal yang sama bukan?”
tanyaku sambil menggenggam kedua tangannya erat.
“kau pasti berat untuk melakukan hal itu kak, namun aku tak
ingin munafik untuk tak berhenti mengagumi kebesaran dan kerelaan hatimu.
Begitu baik sekali budimu kakak. Aku tak akan mengingkari janjiku padamu kak.
Akan kuikuti semua nasehat yang pernah kau berikan padaku. Ayo cepat bergegas,
mobil sudah terparkir didepan gerbang, kita semua harus bergegas.” Ujar liyana
sambil mencoba tersenyum simpul.
Kami
semua berangkat menuju ke gereja untuk melaksanakan pemberkatan pernikahan
liyana dan hendra. Aku duduk diam dan terus menguatkan hati. Ayolah yongdae,
merelakan adalah sifatmu kan? Selama hidup kau sudah terlalu banyak merelakan
kebahagiaanmu demi orang lain. Batinku semakin kacau. Peperangan antara ego dan
keikhlasan beradu didalam batinku. Hingga tak terasa mobil yang membawaku dan
keluarga liyana telah sampai disebuah gereja. Ya, kami semua masuk kedalam
gereja, kulihat ayah liyana menggenggam tangan putrinya berjalan menuju altar
untuk akhirnya disandingkan disamping calom menantunya. Aku duduk dibarisan
paling belakang. Yah, hari ini, didepan mataku, disaksikan oleh tuhan, 2 orang
insan bersatu dalam sebuah ikatan janji suci pernikahan. Aku tak kuasa menahan
air mataku yang turun melihat itu semua. aku tak bisa menjelaskan, apakah itu
air mata kebahagiaan, atau air mata kepiluan. Aku tak bisa melukiskan
perasaanku saat ini. kulihat pendeta yang mulai membacakan puji-pujian dan doa
pemberkatan pernikahan hendra dan liyana. entah ada apa, hendra meminta pendeta
untuk berhenti sebentar. Ia menarik tangan liyana berjalan meninggalkan altar
dan berjalan kearahku. Semua tamu yang hadir pun ikut merasakan kebingungan.
Perlahan, mereka berdua telah berdiri dihadapanku. Hendra mulai melepas
genggaman tangannya pada liyana. aku lantas berdiri dan hendra meraih tanganku.
Ia meraih tanganku dan tangan liyana. ia satukan tanganku untuk menggenggam
tangan liyana. ia tersenyum. Hendra mulai membuka suara.
“kak yongdae, terimakasih sebelumnya kuucapkan padamu.
Begitu banyak pengorbananmu untuk kami. Kau rela menderita kehilangan ibu demi
melihatku bahagia berada dipelukan ibu. Walaupun kau hanya kakak tiriku, harus
aku akui kebesaran hatimu sungguh tak bisa terbalaskan. Hari, izinkan aku,
adikmu untuk membalas budimu yang pernah kau berikan untukku. Hari ini, hari
ini adalah hari bahagiamu. Berbahagialah kakak. Aku mengerti bahwasannya liyana
tak memiliki perasaan itu untukku. aku paham betul bahwa cinta takkan pernah
bisa dipaksakan. Maka dari itu, kuserahkan liyana kepadamu. Kau yang lebih
berhak untuk menikahinya. Kau benar, liyana tak memiliki rasa itu untukku
sebagaimana ia menaruh rasa terhadapmu. Liyana hanyalah obsesiku selama ini.
aku tak pernah menyadari bahwa ia tak mencintaiku. Aku merasa sangat menyesal
telah memisahkan cinta kalian berdua. Untuk itulah, aku ingin kau gantikan aku
untuk mengucapkan janji sehidup semati itu dihadapan tuhan. Ayolah kak, lakukan
ini, demi aku. Aku ingin melihatmu bahagia, bersama liyana.” ujar hendra yang
sejurus kemudian menyerahkan sebuah kotak cincin beludru berwarna merah menyala
itu ke tanganku.
“sematkan cincin itu ke jari manis liyana. Menikahlah!
Berjanjilah dihadapan tuhan yang maha kuasa bahwasannya kalian akan tetap
saling mencinta hingga ajal menjemput. Kumohon, sekarang antarlah liyana
berjalan kembali kealtar.” Ujar hendra yang melanjutkan ucapannya.
“adik, kau tak seharusnya melakukan ini untukku bukan? Aku
ikhlas, aku telah merelakannya untuk kebahagiaanmu. Bagi seorang kakak, tak ada
yang jauh lebih membahagiakan selain dapat membuat adiknya bahagia.” Ujarku
yang menolak permintaan adikku.
“tidak! Untuk kali ini izinkan aku yang berkorban demi
kebahagiaanmu. Ayolah, jangan membuang waktu, segera bawa liyana kealtar.”
Pinta hendra sambil menggamit kedua tanganku.
Kulihat
semua tamu undangan telah diliputi keharuan yang mendalam. Dimana di dalam
rumah tuhan ini, menjadi saksi bisu pengorbanan seorang hendra demi
kebahagiaanku dan juga wanita yang ia cintai. Ia sepenuhnya sadar bahwa dengan
begitu ia kehilangan cinta yang paling ia cintai, namun baginya tak ada yang
jauh lebih menyedihkan daripada harus hidup bersama dengan orang yang ia cintai
namun yang ia cintai tak menyambut gayung cintanya. Aku akhirnya mengiyakan
keinginan hendra. Hendra tersenyum senang. Ia menggamit tanganku dan tangan
liyana dan mengantarkan kami menuju altar kehadapan pendeta. Kuucapkan janji
sehidup sematiku dihadapan tuhan yang mahakuasa serta disaksikan oleh para tamu
undangan yang hadir dalam pemberkatan pernikahan ini. semenjak hari itu, nasibku
berubah. Aku sekarang telah sah menjadi seorang WNI dan hidup bersama liyana.
menjadi suami yang baik dan akan melindungi liyana dan mencintai segala
kelebihan dan kekurangannya. Akan kubangun sebuah rumah tangga yang
berfondasikan kepercayaan, beratapkan keadilan dan perlindungan serta dicat
oleh warna warni cinta dan kasih sayang. Aku tak ingin melanggar sumpahku pada
hendra, aku tak ingin mengecewakannya. Aku akan melindungi dan mencintai liyana
sepanjang hidupku. Setelah pernikahanku dengan liyana, hendra, adikku akhirnya
menemukan tambatan hatinya yang baru, sandiani. Saling mencinta, saling
mengasihi layaknya aku dan liyana. dan dengan berakhirnya semua kesedihan dan
kepedihan serta pengorbanan dimasa lalu, aku mengambil sebuah pelajaran
berharga. dibalik sebuah pengorbanan selalu akan meninggalkan sebuah kisah
manis diakhirnya. Kini aku telah bahagia. Di seoul, ayahku pun kini telah
dengan tenang menikmati masa tuanya meskipun tanpa ditemani oleh istri atau
anak, namun ia jauh lebih bahagia sekarang. Ia bahagia mendengarku bisa hidup
bahagia disini, membangun rumah tanggaku sendiri. Aku, lee yongdae, dan seperti
itulah akhir dari kisahku. Bahwasannya pelajaran yang perlu kalian ambil dari
kisahku adalah, bahwa pengorbanan tak akan pernah mengkhianati, selamanya
takkan pernah terjadi.
Jakarta, 01 februari 2015
Authorized by : amelia ulfa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar