Title : now, tomorrow, and forever, i’m still
loving you.
Author : amelia setsuna shan aka. Amelia ulfa.
Cast : hendra setiawan as hendra
Liliyana natsir as
yana.
Genre : romance one shoot.
OST : backstreet boys – shape of my heart.
********************
“yan, masih nunggu bus?”
“eehh.. pak hendra?? Iya pak. Tumben hari ini bawa motor
pak?”
“iya, ayo naik yan...”
“beneran nih pak?? Uhmm.. tapi gak usah pak, takut repotin
bapaknya.”
“udah gakpapa kali yan, ini udah gelap,udah jam setengah 8
malam begini masih nunggu bus. Ayoo bareng aja. Saya khawatir sama kamu.”
......................
Liliyana’s pov :
Entah mengapa saat bersama pak hendra rasanya begitu hangat
sekali. Pak hendra yang tampan, pak hendra yang baik hati, pak hendra yang
senyumnya menawan. Aahhh... semuanya kusuka. Pak hendra seperti mengingatkanku
dengan rendra. Mereka berdua sangat mirip sekali. Bicara tentang rendra, rendra
adalah mantan kekasihku yang tewas secara mengenaskan saat pulang kerumah. sore
kelabu di hari selasa itu yang membuat rendra harus terenggut nyawanya. Sore
itu, hujan turun begitu derasnya, aku yang masih berteduh di beranda kampus pun
ditawari oleh rendra untuk ikut pulang bersamanya menerobos hujan. Entah bagaiman
kejadiannya, aku sudah tak begitu ingat, yang kuingat terakhir kali saat rendra
memacu kencang sepeda motornya di jalan raya yang banyak dilalui kontainer, ada
sebuah kontainer dari arah berlawanan menabrak motor yang aku dan rendra
tumpangi. Rendra tewas ditempat dengan kondisi kepala membentur keras trotoar
sedangkan aku terhempas ke tepi jalan yang dipenuhi genangan air hujan. Sebuah
kisah sedih dan luka lama yang tak ingin kuingat lagi kini. Saat itu aku
benar-benar merasa kehilangan rendra bahkan aku tak berpikiran kembali untuk
merajut kisah cinta dengan pria lain sampai pada akhirnya aku bertemu dengan
pak hendra, boss-ku. Sedikit demi sedikit, aku sudah mulai bisa melupakan
rendra. Satu persatu, kesedihan akan kepergian rendra mulai terkubur. Kurasa
aku memang mencintai boss-ku sendiri, apapun alasannya. Tapi, pak hendra sudah
memiliki seorang tunangan cantik bernama sandiani.
“yan, udah sampai di kost kamu. Aku pamit ya??” jawab pak
hendra yang melepas helm-nya dan secara mengejutkan, ia memeluk dan mencium
pipiku dengan lembutnya.
“aahh.. pak, jangan begitu. Ini kan tempat umum, kalau ada
yang melihat bagaimana?”
“oohhh... sorry yan, aku terbawa suasana. Bye yana, See you
tomorrow.”
.............................
Ohh tuhan... pelukan tadi benar-benar membuatku nyaman.
Kurebahkan tubuhku diatas tempat tidur mungil di kamar kost-ku yang berukuran 6
x 6 meter persegi tersebut. Kulihat figura photo rendra diatas meja rias-ku.
Aaahhh... senyuman itu, aku rindu akan senyuman penuh ketulusan tersebut. Kupeluk
erat figura photo tersebut sambil satu persatu bulir-bulir bening meluncur
bebas dari pelupuk mataku, membasahi pipiku yang sudah memerah bagaikan udang
rebus. Aku rindu saat rendra ada disampingku, mengajariku hal-hal yang tak
pernah kuketahui, dengan senang hati menyediakan kehangatan untukku, menawarkan
bahunya agar aku dapat bersandar saat ku letih, atau menyemangatiku disaat aku
lelah dan terjatuh. Kini semua hanya tinggal kenangan. Aku terisak sedih
mengingat semua itu hingga aku tertidur sambil memeluk erat figura photo
rendra.
.............................
“sayang, kamu kenapa sih, bete banget bawaannya?”
“hhhh... entahlah san, kurasa aku lelah.”
“yaaahhh kenapa begitu sih hend?? Kok kulihat-lihat
akhir-akhir ini kamu makin aneh deh honey, kamu fine-fine aja kan?”
“aneh apanya?? Mungkin perasaan kamu aja kali san. Memang
kelihatannya aku gimana dimatamu?”
“yaa... kayak ada yang lain dari biasanya aja hend, kayaknya
kamu jadi sering cuekin aku, kamu jadi sering banyak ngelamun. Kamu kenapa sih
hend?? Jujur, aku kurang comfortable sama kelakuan kamu akhir-akhir ini.”
“apanya yang berubah?? Apa lasan kamu bilang begitu? Siapa
yang nyuekin kamu sih san? Selama ini aku sering ngeluangin waktu aku demi
kamu. Apanya yang berubah?”
“kulihat kamu kayak udah gak nyaman sama aku. Oohhh.... atau
jangan-jangan berita tentang kedekatan kamu sama sekretarismu yang sering
dipanggil yana itu emang benar lagi.”
“sansan udah!! Kenapa sih kamu ngomong kayak gitu?? Kamu
cemburu? Tenanglah, aku gak ada rasa apa-apa kok sama dia. Hubungan kita Cuma
sebatas atasan dengan bawahan, itu aja.”
“jelaslah hend aku cemburu!! Perempuan mana sih yang gak
cemburu saat tunangannya dikabarkan lagi dekat sama perempuan lain??”
“san, kamu tuh possesif banget sih?? Udahlan san, kamu gak
usah buruk sangka terus sama aku. Toh aku gak akan ngelupain statusku sebagai
tunangan kamu kan??”
“aalllaaahhh... mulut lelaki terkadang suka berbohong! Gak
usah mengelak lah hend, aku tau kok dari cara kamu memperlakukan dia.
Aarrgghhh... udah aku mau pulang!” jawab sansan sambil berlalu meninggalkan
hendra yang masih terduduk di kursi resto tersebut.
.............................
“yan, kamu bisa bantu saya?”
“oohh.. tentu pak. Bantu apa ya kira-kira??”
“eehhmm... tolong susun lagi berkas-berkas yang ada di meja
saya, setelah itu taruh aja di dalam lemari.”
“oohhh oke pak.” Jawabku sambil tersenyum kearah pak hendra.
Hendra’s pov :
Kenapa ini?? Apa benar aku suka sama yana?? Entah mengapa
akhir-akhir ini pikiranku selalu dibayang-bayangi oleh sosok yana. Bahkan saat
bersama sansan pun yang kubayangkan adalah yana yang ada di dekatku. Gak, gak
mungkin aku jatuh cinta sama yana. “Ingat hend, kamu udah punya sansan, jangan
kecewain dia.” Pikiran-pikiran itu terus bergejolak dalam otakku. Tanpa sadar, keringat
dingin mulai membanjiri wajahku. Yana dan sansan sama-sama cantik, sama-sama
pintar. Tapi yana begitu lemah lembut dan pengertian, Sedangkan sansan adalah
tipikal wanita perfeksionis sedikit egois. Tiba-tiba lamunanku buyar saat
mendengar suara jeritan yana.
KYYYAAAA.....
sepertinya yana kehilangan keseimbangannya sehingga ia
hampir terjatuh. Dengan cepat, kutangkap tubuh mungilnya yang ringan tersebut.
Hendra’s pov end...
Tanpa mereka sadari, seorang wanita yang sedari tadi
memperhatikan mereka dengan tatapan cemburu berusaha mengatur nafasnya yang
memburu turun-naik seperti ingin memuntahkan segala yang ada di dalam hatinya.
Dengan cepat wanita tadi memotret sang calon suami yang sedang menggendong
sekretarisnya. Nampak dari raut wajahnya kalau ia begitu murka sekali.
“oohh... kurang ajar, jadi benar kan selama ini kalau hendra
ada apa-apanya sama sekretarisnya itu. Awas kamu hend, kamu gak akan bisa
berkelit lagi dari aku. Aku udah punya cukup bukti untuk menjudge kamu. Dan
perempuan itu, tunggu aja, aku bakalan buat perhitungan sama perempuan itu.”
Batin sang wanita tersebut. Dan dengan memberanikan diri, ia masuk ke ruangan
kerja calon suaminya tersebut, memasang wajah innocent dan seakan-akan tak
menyadari apapun.
“hhh..... heeenndd??”
“sansan??”
Hendra yang sedari tadi masih membopong tubuh yana pun
perlahan terlihat mulai salah tingkah dan menurunkan yana dari gendongannya.
Wajah mereka memerah.
“kalian berdua ngapain disini? Pake acara gendong-gendongan
segala lagi?”
“uhhmm... sorry san, kuharap kamu jangan salah paham dulu.
Silahkan duduk san, aku mau ke toilet dulu sebentar. Yana, tolong temani sansan
sebentar ya?”
“oohhh... baik pak.” Jawab yana sambil mengangguk kecil.
Entah mengapa suasana jadi kaku. Tak ada sepatah katapun
yang meluncur dari kedua wanita tersebut. Sansan hanya memandangi yana dengan
tatapan benci. Sedangkan yana hanya bisa menunduk. Tak lama sepatah kata mulai
terlontar dari kedua bibir sansan yang memecahkan kebisuan mereka.
“jadi kamu ya sekretarisnya hendra??”
“ii...iiyyyaa bu.”
“hheeehhh!!! Gak usah panggil ibu deh! Emangnya saya tua
banget apa? Sejak kapan saya nikah sama bapak kamu?”
“mm... maaf.. maaf... lalu saya harus panggil apa?”
“maaf aja gak bisa nyelesain masalah! Panggil saya nyonya
setiawan aja, cukup! Oh ya, kamu jangan ngimpi ya kalo hendra jatuh cinta sama
kamu.”
“eehh... maksud kamu apa?”
“pake nanya lagi! Saya peringatin sekali lagi ya?? Kamu gak
usah mimpi deh bisa dapatin hendra begitu aja dari saya. Kamu tuh ngaca dong,
hendra itu pria berkelas, seleranya tinggi. Sedangkan kamu?? Kamu Cuma wanita
biasa, dari golongan rakyat biasa.”
“mbak, please ya, saya tegaskan kalau saya gak punya
hubungan apa-apa sama calon suami mbak itu. Hubungan diantara kita hanya
sebatas atasan dan bawahan. Udah itu aja. Saya juga ngerti kok, saya juga
nyadar diri kok! Gak usah sok ceramahin saya deh! Toh kalau calon suami mbak
itu emang mencintai saya, ya itu salah
anda sendiri, makanya punya laki tuh diservis mbak!” jawab yana ketus.
“heeehhh... jaga ya ucapan kamu! Kamu mentang-mentang cantik
gak usah sok tebar pesona deh sama tunangan saya. Diluar sana masih banyak kok
laki-laki lain yang mau sama kamu. Gak usah sok jadi perempuan penggoda deh,
apa tadi maksud kamu jerit-jeritan sambil digendong sama hendra tadi? Kamu mau
godain hendra kan?? Iya kan?? Mentang-mentang gak ada yang tau.”
“mbak, itu tadi murni unsur kecelakaan kok! Niat dia kan
baik untuk nolong saya, kenapa mbak yang cemburu??”
“wajar dong saya cemburu! Apalagi kelakuan kamu itu
mencurigakan. Kamu gak usah ge-er deh.”
“mbak, terserah ya, mbak mau bilang apa-bilang apa saya gak
peduli setitik pun. Permisi mbak, masih banyak yang harus saya kerjain! Makasih
buat omelannya.”
“huuu.... baru jadi sekretaris aja udah sok setinggi langit,
sok jual mahal. Dasar perempuan penggoda calon suami orang!”
“eehh... mbak, jaga tuh mulut! Dari luar kelihatannya aja
yang intelek, padahal cara bicaranya aja gak jauh beda kayak perempuan barbar!”
“lo tuh mulut lo jaga, dasar cewek murahan!”
“SANSAN!!!”
Mendengar suara bentakan tersebut, sansan tau yang
memanggilnya itu adalah hendra. Ya, betul. Hendra sedari tadi sudah berdiri di
depan pintu sambil menahan marah.
“udah dulu ya, kayaknya lebih baik aku pulang aja, daripada
jadi tembok penghalang kalian buat selingkuh... hawa disini udah panas banget!
Oh ya hend, nanti malam temuin aku di kafe biasa jam 8. Ada banyak hal yang mau
kuomongin sama kamu!” jawab sansan pergi berlalu meninggalkan ruang kerja
hendra.
Hendra hanya menghela nafasnya setelah sansan pergi.
Terlihat yana yang sedang berdiri mematung dengan mata sembab dan wajah merah
manahan amarah. Satu persatu air bening meluncur dari pelupuk matanya yang
kecil. Makin lama semakin deras tak terbendung.
“yan, kamu kenapa nangis?”
“gak papa pak.”
“maafin kelakuan tunangan saya tadi ya yan?? Saya gak
nyangka kalau dia berkata kasar seperti itu sama kamu. Udah jangan menangis
lagi ya?” jawab hendra sambil memeluk yana yang terisak.
“saya benci dituduh seperti itu pak! Kalau dia benar-benar perempuan
terpelajar, bisa kan gak mengucapkan kata-kata yang tak sepantasnya dibicarakan
seperti itu??”
“udah yan... udah. Saya ngerti apa yang kamu rasa. Udah dong
jangan nangis lagi, nanti cantiknya hilang. Masa cewek tomboy kayak kamu
nangis?? Malu dong sama rambut cepaknya, hihihihiii... udah dong nangisnya, kan
udah dipeluk.”
“iihhh... bapak tuh bisssaaa... aja bikin orang ketawa.”
Jawab yana tersenyum simpul sambil membalas pelukan hendra dengan erat. Rasa
nyaman menjalar ke sekujur tubuh yana. Hatinya kembali merasakan getar-getar
halus yang merambat hingga ke sanubarinya.
.............................
“hend, tolong bicara jujur sama aku”
“bicara jujur apalagi sih san??”
“kamu pasti ada apa-apanya kan sama sekretarismu itu.
Udahlah, ngaku aja hend. Gak usah banyak berkelit lagi.”
“kamu tuh kenapa sih san? Bawaannya curigaan terus sama aku?
Apa-apanya apaan sih??”
“masih gak mau ngaku juga hend?? Jadi ini apa?” tanya sansan
sambil menyodorkan selembar foto dirinya dengan yana tadi siang. Hendra sedikit
shock, tapi dengan cepat ia bantah hal tersebut.
“ya, ini memang aku dan yana. Ini hanya sebuah accident aja
kok. Apa salah aku nolong dia?”
“ya... salah sih gak kali ya?? Tapi by the way, kalau boleh
tau... siapa nama lengkap sekretaris kamu itu?”
“buat apa kamu tanya-tanya nama dia? Kamu mau guna-guna
dia?”
“siapa bilang?? Namanya yana?? Kayaknya gak asing dengan
nama itu. Aku udah lumayan lama mendengar nama itu, tapi please kasi tau aku
siapa nama lengkapnya?”
“namanya liliyana. Ya, liliyana natsir. Kenapa sih??”
“ohh... gak kok, gak kenapa-kenapa. Hari minggu nanti aku
ada party kecil-kecilan. Jangan lupa ajak dia juga sekalian. Mungkin aja aku
bisa mengakrabkan diri sama dia.”
“ohh.. ok. Tapi janji jangan ngelakuin hal macem-macem kayak
tadi di kantor. Kalian pake acara ribut-ribut.”
“tenang hend, gak akan.”
Hhmmm.... jadi benarkan namanya liliyana natsir. Rasanya
nama ini sering kudengar. Jangan-jangan benar dia itu....
.............................
Minggu pagi yang cerah dengan kicauan merdu burung-burung
pipit yang saling bersahutan, yana, hendra dan sansan melakukan percakapan
ringan dan tak begitu formal. Namun tiba-tiba saja sansan meminta yana untuk
ikut ke kamarnya sebentar.
“uuhhmm... yana, gak keberatan kan ikut aku sebentar ke
kamar?? Aku mau bicara empat mata sama kamu.”
“oohh... tentu saja.”
“nah, hend, kamu disini dulu sebentar ya, aku ada yang ingin
kubicarain sama yana.”
“aku harap kamu bicara jujur tentang identitas kamu yana?”
“identitas aku? Untuk apa kamu ingin tau hal kayak begitu?”
“gak salah lagi, kamu liliyana natsir kan? Dan kamu pasti
kenal siapa pria ini!” jawab sansan sambil memperlihatkan sebuah pigura photo
seorang lelaki berwajah tampan dengan senyum yang menawan ditemani seorang
wanita yang tak lain adalah sansan. Melihat photo tersebut, jelas terlihat raut
wajah yana yang terlihat terkejut. Mengapa tidak?? Pasalnya, lelaki yang ada di
photo itu membuatnya mengingat masa lalu cintanya. Pria yang selama ini mengisi
hari-harinya sejak jaman SMA hingga kecelakaan maut yang merenggut nyawanya.
Perlahan yana mulai menangis karena melihat photo pria tadi. Mengingat semua
kenangan yang dilalui bersamanya.
“udah kuduga yana, kamu pasti kenal pria ini. Ya, ini
rendra, rendra wijaya. Dia kakakku. Kamu benar-benar pembawa sial ya??”
“jadii... selama ini kamu??”
“iya, aku adiknya rendra. Kamu tau, sejak rendra meninggal 7
tahun yang lalu, papa-mama sangat terpukul sekali. Mereka sedih. Anak lelaki
kebanggaan mereka harus pergi untuk selama-lamanya. Kamu tau seberapa sedihnya
papa dan mamaku? Saking ingin melupakan rendra, mereka menyumbangkan semua yang
rendra punya. Pakaian, buku-buku, sepatu, semuanya yang milik koh rendra mereka
sumbangkan. Papa berbuat begitu karena tak ingin membuat mama terus menerus
menangisi koh rendra. Kakakku anak lelaki satu-satunya dikeluarga kami, sangat
wajar jika papa-mama merasa sangat kehilangan. Rendra meninggal karena
kecelakaan motor di tengah hujan saat mau mengantar kamu pulang ke kost-an kamu
kan??
“tapi kenapa san?? Kenapa?? Kenapa kamu masih mengingatkan
aku kembali sama rendra?”
“kenapa? Karena aku ingin kamu sadar, buka matamu lebar
lebar. Kamu yang udah bikin papa-mamaku bersedih atas kepergian koh rendra. Koh
rendra meninggal gara-gara kamu tau gak! Dan sekarang, aku gak mau membiarkan
hendra juga jadi tumbal kamu! Aku udah cukup sakit kehilangan kakakku yang
paling kami sayang.”
“maaf, itu semua emang salahku. Seandainya aja aku nolak
ajakan rendra buat pulang bersama dia di tengah hujan deras itu... mungkin,
mungkin... dia masih ada disini. Gak Cuma kalian yang sedih, aku pun juga bisa
merasakan hal tersebut.”
“sekarang kamu sadarkan? Semua tangis dan beribu ucapan kata
maaf gak akan membuat rendra kembali hidup lagi, yana! Semuanya sia-sia.
Kuharap mulai detik ini, kamu gak usah berhubungan lagi dengan hendra. Aku gak
mau hendra jadi tumbal kamu. Cukup kakakku aja yang jadi korban kamu.
.............................
setelah kejadian di rumah sansan itu, yana jadi sedikit
mulai tertutup. Berbulan-bulan lamanya yana berubah jadi pemurung. tak ada lagi
senyuman manisnya, yang tersisa kini hanya wajah yang selalu muram dihiasi mata
yang sembab. Bahkan kini antar dirinya dengan hendra seperti sudah dipisah oleh
jarak. Tak ada sepatah katapun yang keluar dari mulutnya. Tak ada senyum
menawan yang sering dia berikan untuk hendra. Hendra seakan merasakan perubahan
yang terjadi pada yana. Di malam pergantian tahun, di sebuah taman ditengah
hujan yang sedang membasahi bumi, hendra melihat sosok yana yang terduduk
dibangku taman sambil menangis. Dengan memberanikan diri, hendra mendekati yana
sambil memayungi tubuh mungilnya agar tak diguyur oleh dinginnya air hujan.
“gak baik seorang wanita menangis di tengah malam dibawah
hujan deras seperti ini.”
“paakk... tolong
jangan dekati aku lagi. Aku gak mau pak hendra kena sial karena aku.”
“maksud kamu apa sih yan?? Kena sial apanya?”
“aku gak mau kehilangan pak hendra, tolong pak, jangan
dekati aku lagi. Cukup rendra aja yang kena sial itu.”
“kamu ngomong apa sih yana?? Rendra siapa?”
“aku udah sakit ditinggal seorang kekasihku 7 tahun yang
lalu pak, dan dia adalah kakak kandung dari sansan. Aku ini emang pembawa
sial.”
*Cuppss...
Dengan cepat hendra mencium bibir mungil yana. Sedangkan
yana hanya diam terpaku menikmati tautan bibir hendra di bibirnya ditemani
butiran butiran air hujan yang jatuh membasahi tubuh mereka. Suara dentang jam
di taman tersebut di padukan dengan suara riuh terompet menandakan tahun telah
berganti.
“happy new year yana. And... i love you.”
“hhaahhh?? Bapak bicara apa sih? Bapak mencintai saya?? Tapi
maaf pak, bukannya bermaksud lancang, tapi bukannya bapak udah...”
“gak yana. Sejujurnya, saya memang gak bisa membohongi
perasaan saya sendiri. Harus saya akui kalau saya lebih mencintai kamu daripada
sansan. Lagipula... semuanya kini sudah jadi kenangan. Sudah gak ada lagi
hubungan apapun diantara kita.”
“maksudnya, pak hendra putus dari sansan?”
“iya, aku udah bicarain semuanya ke sansan. Aku udah bilang
kalau aku lebih mencintai kamu daripada sansan. Awalnya sansan memang gak bisa
terima semua itu, tapi pada akhirnya, kita berdua benar-benar gak bisa
dipaksakan. Untuk apa cinta dipaksakan kalau gak menyayangi satu sama lain?
Pasti bakalan ada salah satu hati yang terluka kan? Liliyana, aku mau kamu yang
jadi pengisi hidupku. Akan aku habiskan seluruh waktuku untuk kamu asalkan kamu
mau setia mendampingiku dikala suka maupun duka. Kesedihan kamu adalah
kesedihanku, begitupun sebaliknya, kebahagiaan kamu, adalah bahagia untukku.
Now, tomorrow, and forever, i’m still loving you, and it never changes.” Jawab hendra
seraya memeluk tubuh yana yang mulai menggigil kedinginan. Perlahan, kecupan
hangat mendarat di kening yana. Malam tahun baru yang hujan dengan awan kelabu
yang menggantung di langit nyatanya tak menyurutkan perasaan kedua anak manusia
yang saling bergejolak ini. Langit malam dam hujan seakan menjadi saksi bisu
kisah cinta mereka, selamanya.
©2012, authorized by
:
Amelia ulfa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar